Label

Rabu, 10 September 2014

Coca Cola, Mazmur Musim Sunyi, Walt Disney


Oleh Heri Maja Kelana*

Banyak manusia yang telah tersakiti oleh apa yang dikatakan dengan “cinta” –namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masih banyak orang yang membutuhkan “cinta”? Apa mereka tidak bosan-bosannya tersakiti? Hal serupa juga terlihat ketika ada seseorang yang memakai behel (kawat gigi). Fenomena behel memang bukan hal yang baru terjadi dalam dunia kesehatan –terlebih banyak orang yang ingin terlihat modis atau terlihat cantik dan tampan tanpa gigi tonggos. Belakangan, behel menjadi life style di kalangan remaja, sekalipun gigi mereka sudah bagus dan rapi –mereka hanya ingin mendapatkan predikat “anak gaul” semata.

Pada tahun 1955, tepatnya 17 Juli di Anaheim, California, dibangun sebuah sarana hiburan yang diberi nama Disneyland. Pendiri Disneyland tersebut adalah Walt Disney. Penting saya sampaikan hal ini kepada pembaca, karena dengan adanya Disneyland telah muncul satu ideologi baru, impian baru, realitas baru dan hal-hal baru lainnya yang selanjutnya saya katakan dengan meme. Zaman baru, bebas dari intervensi. Meme dari Disneyland begitu terasa sampai pada setiap individu manusia di seluruh dunia. Ideologi yang muncul adalah kapitalis. Pemodal lebih merasa menjadi seorang manusia ketimbang manusia yang biasa-biasa saja. Mereka berkuasa, oleh karena itu sangat mudah mewujudkan impian menjadi sesuatu hal yang nyata.

Cinta dan meme dalam kehidupan tidak bisa dipisahkan dan akan terus mengalir hingga suatu saat berhenti dengan sendirinya. Cinta muncul dari banyak pandangan –dan meme muncul dari berbagai sudut kepala yang memiliki ide cemerlang. Begitu pula dengan karya (puisi) –perubahan satu tema, bentuk dan isi dari puisi tidak lepas dari realitas yang sedang terjadi –namun bukan berarti seorang penyair menjadi pemotret yang ulung atau menjadi follower generasi. Lebih dari itu, seorang penyair menjadi bagian dari realitas tersebut dan mewariskan ide untuk realitas selanjutnya.

Suatu ketika saya pernah berkesempatan meminum coca-cola, rasanya memang enak. Namun saya tidak suka dengan minuman berkarbonisasi, mungkin karena alasan kesehatan, ideologi, dll. Akan tetapi banyak orang yang justru sangat menyukai coca-cola. Demikian juga dengan puisi yang terhimpun dalam “Mazmur Musim Sunyi” ini. Sulaiman Djaya saya samakan dengan Walt Disney –dalam urusan membangun “dinasti imaji”. Walt punya Disneyland sedangkan Sulaiman Djaya (selanjutnya disebut SD) punya arena imaji dalam antologi puisi “Mazmur Musim Sunyi”. Kedua orang ini, awalnya mungkin berniat ketika membuka ‘ruang’ adalah untuk kebaikan, mudah-mudahan tercapai. SD dengan MMS-nya telah berani menawarkan satu produk ide untuk pembaca –itu yang membuat saya terpacu untuk terus mendalami puisi-puisinya.

Run on Run

Seorang penyair memiliki satu ruang yang sepertinya tidak dimiliki oleh manusia biasa –yaitu ruang “antara”. Ruang antara ini yang membuat puisi-puisi menjadi dahsyat, bernyawa, dan magis. Apakah dalam puisi-puisi SD juga demikian? Saya kira, ya. Namun tidak semua. Penyampaian ide yang dilakukan oleh SD adalah dengan dua cara. Pertama dengan dua, tiga sampai lima kata. Kemudian yang kedua dengan bentuk naratif yang panjang. Hal itu adalah keterampilan retorika seorang penyair. Keberhasilan SD adalah memainkan personifikasi dan hiperbola dalam setiap puisi-puisinya. Material dihidupkan oleh teknik seorang penyair, bukan alami. Ini salah satu gaya yang dimiliki oleh SD. Lihat puisi “Tak Ada Mawar dalam Sajak-sajakku”, “Kotak Cinta Bulan April”, "Nyayian Cahaya”, “Sajak yang Kutulis Saat Bosan”, “Sebelum November Berakhir”.

Permainan run on run juga terjadi pada puisi-puisi “Rima Bulan Juni”, “Musim Untuk Ibuku”, “Fragmen Gerimis”, “Serafin Januari”, “Serafin Bulan Mei”, “Kasidah Barzanzi”, dan bentuk puisi yang serupa lainnya. Keberhasilan SD dalam memainkan bentuk tentunya bukan keberhasilan mutlak dalam sebuah capaian estetika, sebab masih banyak yang harus dilihat dari puisi-puisinya. Puisi-puisi SD seperti yang saya katakan di atas memiliki ruang imaji personal yang sulit untuk diakses oleh saya sebagai pembaca.

Coca-Cola dan Mazmur Musim Sunyi




Kita kembalikan dulu bahasa pada hakikatnya –yaitu sebagai sarana komunikasi. Kode masyarakat adalah kode yang sudah sering ditemui atau sudah diketahui oleh masyarakat. Sedangkan kode personal adalah kode yang diciptakan oleh penutur-penutur tertentu untuk kalangan-kalangan tertentu saja, termasuk puisi. Apabila penutur dalam hal ini penyair tidak dapat menjalin komunikasi dengan penerima atau pembaca, maka akan terjadi kegagalan komunikasi, yang terjadi hanya ada ide utopis pada kedua belah pihak. Saya tidak mengharapkan hal ini terjadi pada puisi-puisi SD. Narasi-narasi besar yang berada di sekitar kita secara disadari atau tidak telah memberikan efek sugesti kepada kita. Apakah SD tersugesti? Ya tentu saja.  

Begitu pun aku sesat dalam buku-buku dan kata-kata yang membuatku semakin lupa pada apa yang mesti kulakukan, hingga sebuah suara berteriak entah dari mana: “berhentilah dan dengarkan nyayianmu sendiri kala malam semakin dalam dan dalam, meresap pada ubun-ubun dan samudera matamu nun mengiba di antara derai-derai keyakinan dan ketakpastian, yakni kata-kata yang tak bersayap yang meminta ingin terbang dan menjelajah semesta doa dan harapan, keinginan dan keputusasaan tak menemu lembar-lembar baru manakala kau hendak menuliskannya sepenuh cinta

Penggalan puisi yang berjudul “Tak Ada Mawar dalam Sajak-sajakku” di atas memberikan deskripsi kode yang coba digali oleh penyair dalam berkomunikasi dengan penerima. “Seringkali saat pagihari, kutemui kelengangan, di antara para unggas yang sibuk menancapkan paruh mereka pada air dan lumpur. Bermain-main cahaya yang memantul di mata mereka. Dan jika pun ingin bertanya tentang hidup, kuyakin aku tak punya jawabnya. Sebab seringkali apa pun yang kupikirkan, seringkali aku pun lupa menyaksikan sesuatu yang berharga pada yang biasa saja”. Penggalan puisi yang berjudul “Kiasan Menulis” di atas memberikan juga deskripsi kode dari penyair untuk penerima.

Pendeskripsian-pendeskripsian yang dilakukan SD adalah pendeskripsian utopis. Adapun sesuatu yang sifatnya realis telah dikacaukan oleh hal-hal yang utopis. Dan saya kira puisi-puisi ini sebenarnya ditujukan bukan hanya kepada manusia saja, lebih dari itu kepada Sang Maha Gaib. Oleh karena itu, sangat wajar seorang penyair mengungkapkannya dengan berbagai cara tanpa dibatasi teori, materi, dan golongan.  

Meme: Disneyland, coca-cola, dan Mazmur Musim Sunyi adalah sebuah ruang "antara" yang dibangkitkan oleh ekspresionisme dari para penciptanya. Spirit itu yang kemudian muncul dan menggairahkan pembaca, sehingga pembaca ikut bertamasya. Itulah kehebatan dari puisi. Terakhir, saya juga ingin menyampaikan apa yang telah disampaikan oleh Slavoj Zizek tentang sesuatu hal tidak dapat terlihat atau dapat dikatakan gelap. Seperti alam semesta. Maksud saya hal yang tidak semua dapat diterjemahkan dengan harfiah, yang kemudian muncul hanya beberapa fragmen-fragmen tertentu saja. Tidak ada fakta dalam alam semesta, yang ada hanya kekosongan yang luar biasa. Begitu pula dengan puisi.

*Penyair dan pecinta sepeda 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar