Label

Kamis, 18 September 2014

Puisi-puisi MPU Ke-8 di Banten –Edisi Banten dan Lampung


Ayu Cipta (Banten)

Airmata Ciwidey

Kebun teh itu luruh sudah bersama hujan dan longsor tanah
berpuluh petani tertimbun bersama cinta mereka terkoyak
lima mati berselubung mimpi tebing bukit Tilu
Pemerintah lambat-tersendat mengirim bantuan
Ciwidey jejakmu indah terantuk
oh dukaku wahai petani
kini tiada kutemukan keranjang di punggungmu
sungging senyummu hilang tak berbekas
kekar jemarimu tak bersisa
kesegaran dedaunan teh
hanya kenangan laut berasama airmata
kepedihan tertuang dalam secangkir teh
yang kurasa tak lagi manis

Anggrek 24022010


Muhammad Rois Rinaldi (Banten)

Menemui Mei

Mei, akankah kubawa 25 waktu lalu di hadapanku?
sedang kedewasaan belum sempat kumamah tanah
Ah mei, aku belum ingin lari lagi. Ingin tetap di sini
di bibir pematang menyaksikan layang-layang terbang
juga kaki-kaki kecil berlari begitu riang mencuri mimpi.

Dan senja mejemput—langit merah saga gegas berpaut
beriring doa-doa sepuluh malaikat berwajah bunda
dentingkan senyap semesta mengantarku lelap
tanpa tanda Tanya. 

Cilegon, 08 Mei 2013 


Fitri Yani (Lampung)

Penggali Sumur

Ia menggali sumur, katanya ia ingin meminum air murni itu. Aku senang sekaligus berduka. Karena musim sedang kemarau. Ia percaya bahwa sumur di mata tak lebih dalam dari tanah yang tengah ia gali. Maka ia terus menggali. Hingga tubuhnya hilang di dalam gelap, hingga suaranya hanya berupa gema. Berminggu-minggu. Aku berprasangka baik—seorang penggali tak akan mati di dalam lubang yang ia gali dan kedalaman mesti melahirkan gaungnya sendiri. Aku menantinya di pinggir sumur yang hampir menyerupai jurang. Tapi gema suaranya tak terdengar lagi, hanya gemericik yang menyerupai suara air.

2012 


Minggu, 14 September 2014

Puisi-puisi MPU 8 –di Banten Edisi NTT dan Jawa Barat





Mario F Lawi (Nusa Tenggara Timur)

Bui Ihi*

/1/
Usai cacah jiwa yang melelahkan, lekaslah bersila mengelilingi potongan sirih dan
pinang muda. Musim panen yang meresahkan semoga menjadi silih bagi segala dosa
dan buruk sangka. Tujuh pasang ayam jantan akan dilepaskan. Jiwa-jiwa yang
terlepas tak perlu gerah mengabadikan lirih dan sengsara. Syahdan, darah ayam yang
tumpah akan mengusir resah setelah Dewa Kesuburan gagal menyembunyikan
amarah. Doa musim tanam berikut meloloskan kita dari sakit dan tulah. Ingatlah,
Sayang, di kota , Si Sulung sedang belajar membetulkan letak nasib kita dalam sekolah.

Kita akan berpindah dari ladang ke ladang selam batang lontar masih terlalu licin dan
lumut-lumut di atas batu pijak belum dibersihkan. Pagi belum usai mengusap mata dan
meregangkan badannya. Lekaskan pekerjaan ladang ini, agar sebelum petang
memanjangkan bayang-bayang, isi ha’ba yang tak akan lagi sempat mengepulkan asap
dapur dapat kuganti dengan arakan bebunga dan dedaun d atas benang-benang
panjangmu. “Ana appu ya de tape wede pa loko pa da’I ta mahhe rim one b’aga,”**
masihkah kau ingat bagaimana sorot mata kakekmu mengucapkannya? Tak ada nyala
yang akan sanggup menandingi pijarnya. Tapi ke dada tipisku kaurebahkan segenap
pilihan atas kelanjutanmu.

/2/
Sorgum adalah jodoh bagi potongan-potongan daging babi dalam kulimu.
Jodoh yang akan kaupertahankan daripada kisah iblis yang diusir Kristus
ke dalam sekawanan babi. Ka’bahuru tak akan cukup memberi penjelasan
terhadap lemak yang menempel di langit-langitmu bagaikan sisa dosa
peninggalan iblis. “Cukuplah kubaptis dengan segelas hangat air putih.”
Tanpa ritual dan tanda salib. Segala yang terkunci akan terbuka, lebih lebar
dari pintu Zakharia ketika kalam di hadapannya memberi salam. Hari ini kita
akan mengenang lagi Daba yang memberi harapan. Karena hati yang telah
kita matangkan akan digunakan untuk mencairkan dendam, meleburkan segala
derita ke dalam tetugalan di ladang. Ke dalam mulut para Mone Ama yang
menyiramkan rahmat dari balik merah sirih-pinang yang rebah di atas batu.

(Naimata , 2012)

Keterangan: *Ritual ‘pendinginan’ hasil panen, hewan bahkan manusia yang dianggap masih panas pada bulan-bulan sebelumnya. Diadakan sebulan setelah bulan Daba. Bui Ihi disebut juga Banga Liwu, diambil dari nama tokoh mistik yang dipercaya sebagai Dewa Kesuburan. **Salah satu jenis permohonan dalam salah satu bagian Daba—Ritus insani kaum Jingitiu suku Nappu Pudi, Desa Pedarro, Kecamatan Hawu-Mehara, Kabupaten Sabu-Raijua, NTT—dalam bahasa Hawu. Terjemahannya kira-kira: Anak cucuku ini disanjung dalam cinta dan jodoh, semoga ia mendapat jodoh seorang lelaki kaya akan sawah dan lumbung.


Sandi Huizche (Jawa Barat)

Keluarga Pohon

Bait-bait gembiramu;

Kebahagian bapak yang menjalar di bawah
Lapisan permukaan, menerima suratan
Dari gumpalan awan

Ema di pucuk daun, melantunkan hawa, menebar
Butiran-butiran kecil, mengisi udara hampa

Batang memanjang ditangan kakak, menggenggam
Pesona rasa. Mengalirkan makan ke serat-serat ranting
Ke buah dan bunga

Aku menetes. Merembes ke sumur-sumur
Ke dalam kendi, ke dalam cawan, ke dalam lambung
Ke tinta yang berwarna

Milikmu gema yang sederhana

Keluarga pohon, meneduni rumah kata-kata

2013


Ahmad Faisal Imron (Jawa Barat)

Jim

/1/

kusebut saja jim, ya haliim
yang lebih empuk ketimbang khuldimu

/2/

aku mendengar bahwa di langit ke-7
tahlil bumi dan roh dari misteri semua ini;
jasad waktu ataupun angka-angka
akal semesta ataupun seekor ular
yang dalam perjanjiannya
selalu atas nama delapan eden

semua telah diberi nama, katanya

/3/

ya, semua nama adalah ular api
namun di dalam sini, ada desis-desis lain

Ya haliim, tak seharusnya kukatakan itu
kusebut saja jim dan yang tak berbentuk

melainkan bentuk aku

2009


Mezra E. Pellondou (Nusa Tenggara Timur)

Fatumetan

Hmm ma
hmmm mu
hmmm mi
hmmm me
hmmm mo
hmm hmm hmm hmm hmm hmm

Burung nus
finikliup merobek langit malam
pada gugusan
bukit-bukit batu yang menghitam
sejak purba
batu-batu di sana telah hitam
bukan karena malam
bukan karena matahari

hm fatu,te,to,fa,fi,fu,,fatu
hmm fatu ma,mi,mu,mo,metan

batu-batu yang merimbun lebat
gantikan pohon dan air
orang-orang merangkak dari batu
mencari batu untuk hidupnya
di balik batu ada sepasang mata
sang khalik yang memberi keindahan
pada bunga bunga tropis dan belalang hutan
sehingga tidak jadi hama

hmm hmm hmm hmm hmm hmm
hmm hmm hmm hmm hmm hmm

Fatumetan, 21 Oktober 2012

Rabu, 10 September 2014

Coca Cola, Mazmur Musim Sunyi, Walt Disney


Oleh Heri Maja Kelana*

Banyak manusia yang telah tersakiti oleh apa yang dikatakan dengan “cinta” –namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masih banyak orang yang membutuhkan “cinta”? Apa mereka tidak bosan-bosannya tersakiti? Hal serupa juga terlihat ketika ada seseorang yang memakai behel (kawat gigi). Fenomena behel memang bukan hal yang baru terjadi dalam dunia kesehatan –terlebih banyak orang yang ingin terlihat modis atau terlihat cantik dan tampan tanpa gigi tonggos. Belakangan, behel menjadi life style di kalangan remaja, sekalipun gigi mereka sudah bagus dan rapi –mereka hanya ingin mendapatkan predikat “anak gaul” semata.

Pada tahun 1955, tepatnya 17 Juli di Anaheim, California, dibangun sebuah sarana hiburan yang diberi nama Disneyland. Pendiri Disneyland tersebut adalah Walt Disney. Penting saya sampaikan hal ini kepada pembaca, karena dengan adanya Disneyland telah muncul satu ideologi baru, impian baru, realitas baru dan hal-hal baru lainnya yang selanjutnya saya katakan dengan meme. Zaman baru, bebas dari intervensi. Meme dari Disneyland begitu terasa sampai pada setiap individu manusia di seluruh dunia. Ideologi yang muncul adalah kapitalis. Pemodal lebih merasa menjadi seorang manusia ketimbang manusia yang biasa-biasa saja. Mereka berkuasa, oleh karena itu sangat mudah mewujudkan impian menjadi sesuatu hal yang nyata.

Cinta dan meme dalam kehidupan tidak bisa dipisahkan dan akan terus mengalir hingga suatu saat berhenti dengan sendirinya. Cinta muncul dari banyak pandangan –dan meme muncul dari berbagai sudut kepala yang memiliki ide cemerlang. Begitu pula dengan karya (puisi) –perubahan satu tema, bentuk dan isi dari puisi tidak lepas dari realitas yang sedang terjadi –namun bukan berarti seorang penyair menjadi pemotret yang ulung atau menjadi follower generasi. Lebih dari itu, seorang penyair menjadi bagian dari realitas tersebut dan mewariskan ide untuk realitas selanjutnya.

Suatu ketika saya pernah berkesempatan meminum coca-cola, rasanya memang enak. Namun saya tidak suka dengan minuman berkarbonisasi, mungkin karena alasan kesehatan, ideologi, dll. Akan tetapi banyak orang yang justru sangat menyukai coca-cola. Demikian juga dengan puisi yang terhimpun dalam “Mazmur Musim Sunyi” ini. Sulaiman Djaya saya samakan dengan Walt Disney –dalam urusan membangun “dinasti imaji”. Walt punya Disneyland sedangkan Sulaiman Djaya (selanjutnya disebut SD) punya arena imaji dalam antologi puisi “Mazmur Musim Sunyi”. Kedua orang ini, awalnya mungkin berniat ketika membuka ‘ruang’ adalah untuk kebaikan, mudah-mudahan tercapai. SD dengan MMS-nya telah berani menawarkan satu produk ide untuk pembaca –itu yang membuat saya terpacu untuk terus mendalami puisi-puisinya.

Run on Run

Seorang penyair memiliki satu ruang yang sepertinya tidak dimiliki oleh manusia biasa –yaitu ruang “antara”. Ruang antara ini yang membuat puisi-puisi menjadi dahsyat, bernyawa, dan magis. Apakah dalam puisi-puisi SD juga demikian? Saya kira, ya. Namun tidak semua. Penyampaian ide yang dilakukan oleh SD adalah dengan dua cara. Pertama dengan dua, tiga sampai lima kata. Kemudian yang kedua dengan bentuk naratif yang panjang. Hal itu adalah keterampilan retorika seorang penyair. Keberhasilan SD adalah memainkan personifikasi dan hiperbola dalam setiap puisi-puisinya. Material dihidupkan oleh teknik seorang penyair, bukan alami. Ini salah satu gaya yang dimiliki oleh SD. Lihat puisi “Tak Ada Mawar dalam Sajak-sajakku”, “Kotak Cinta Bulan April”, "Nyayian Cahaya”, “Sajak yang Kutulis Saat Bosan”, “Sebelum November Berakhir”.

Permainan run on run juga terjadi pada puisi-puisi “Rima Bulan Juni”, “Musim Untuk Ibuku”, “Fragmen Gerimis”, “Serafin Januari”, “Serafin Bulan Mei”, “Kasidah Barzanzi”, dan bentuk puisi yang serupa lainnya. Keberhasilan SD dalam memainkan bentuk tentunya bukan keberhasilan mutlak dalam sebuah capaian estetika, sebab masih banyak yang harus dilihat dari puisi-puisinya. Puisi-puisi SD seperti yang saya katakan di atas memiliki ruang imaji personal yang sulit untuk diakses oleh saya sebagai pembaca.

Coca-Cola dan Mazmur Musim Sunyi




Kita kembalikan dulu bahasa pada hakikatnya –yaitu sebagai sarana komunikasi. Kode masyarakat adalah kode yang sudah sering ditemui atau sudah diketahui oleh masyarakat. Sedangkan kode personal adalah kode yang diciptakan oleh penutur-penutur tertentu untuk kalangan-kalangan tertentu saja, termasuk puisi. Apabila penutur dalam hal ini penyair tidak dapat menjalin komunikasi dengan penerima atau pembaca, maka akan terjadi kegagalan komunikasi, yang terjadi hanya ada ide utopis pada kedua belah pihak. Saya tidak mengharapkan hal ini terjadi pada puisi-puisi SD. Narasi-narasi besar yang berada di sekitar kita secara disadari atau tidak telah memberikan efek sugesti kepada kita. Apakah SD tersugesti? Ya tentu saja.  

Begitu pun aku sesat dalam buku-buku dan kata-kata yang membuatku semakin lupa pada apa yang mesti kulakukan, hingga sebuah suara berteriak entah dari mana: “berhentilah dan dengarkan nyayianmu sendiri kala malam semakin dalam dan dalam, meresap pada ubun-ubun dan samudera matamu nun mengiba di antara derai-derai keyakinan dan ketakpastian, yakni kata-kata yang tak bersayap yang meminta ingin terbang dan menjelajah semesta doa dan harapan, keinginan dan keputusasaan tak menemu lembar-lembar baru manakala kau hendak menuliskannya sepenuh cinta

Penggalan puisi yang berjudul “Tak Ada Mawar dalam Sajak-sajakku” di atas memberikan deskripsi kode yang coba digali oleh penyair dalam berkomunikasi dengan penerima. “Seringkali saat pagihari, kutemui kelengangan, di antara para unggas yang sibuk menancapkan paruh mereka pada air dan lumpur. Bermain-main cahaya yang memantul di mata mereka. Dan jika pun ingin bertanya tentang hidup, kuyakin aku tak punya jawabnya. Sebab seringkali apa pun yang kupikirkan, seringkali aku pun lupa menyaksikan sesuatu yang berharga pada yang biasa saja”. Penggalan puisi yang berjudul “Kiasan Menulis” di atas memberikan juga deskripsi kode dari penyair untuk penerima.

Pendeskripsian-pendeskripsian yang dilakukan SD adalah pendeskripsian utopis. Adapun sesuatu yang sifatnya realis telah dikacaukan oleh hal-hal yang utopis. Dan saya kira puisi-puisi ini sebenarnya ditujukan bukan hanya kepada manusia saja, lebih dari itu kepada Sang Maha Gaib. Oleh karena itu, sangat wajar seorang penyair mengungkapkannya dengan berbagai cara tanpa dibatasi teori, materi, dan golongan.  

Meme: Disneyland, coca-cola, dan Mazmur Musim Sunyi adalah sebuah ruang "antara" yang dibangkitkan oleh ekspresionisme dari para penciptanya. Spirit itu yang kemudian muncul dan menggairahkan pembaca, sehingga pembaca ikut bertamasya. Itulah kehebatan dari puisi. Terakhir, saya juga ingin menyampaikan apa yang telah disampaikan oleh Slavoj Zizek tentang sesuatu hal tidak dapat terlihat atau dapat dikatakan gelap. Seperti alam semesta. Maksud saya hal yang tidak semua dapat diterjemahkan dengan harfiah, yang kemudian muncul hanya beberapa fragmen-fragmen tertentu saja. Tidak ada fakta dalam alam semesta, yang ada hanya kekosongan yang luar biasa. Begitu pula dengan puisi.

*Penyair dan pecinta sepeda