Label

Jumat, 27 Mei 2016

Jika Kematian Sedingin Ciuman





Puisi Sulaiman Djaya

Di seruangku yang dingin dan biasa ini, jarum jam telah lama
menjauh dari angka tujuh. Lampu dan buku-buku
seakan tengah merenungi bayang-bayang wajahku.
Jika maut yang kau-bayangkan sedingin ciuman
dan kabut yang kaupandang adalah gairah yang terpendam,

aku akan tergoda menulis sebuah sajak tentang malam
yang begitu panjang di jalan-jalan kota yang kau-khayalkan.
Aku akan tergoda membayangkan dunia seperti
segerbong kereta yang lengang. Dengan hujan yang lambat
dan angin yang tersendat di antara jendela-jendelanya.

Dan hasratku-hasratmu saling menabung bisu
di dua matamu-mataku. Begitu dingin malam di seruang bacaku
yang mungil dan biasa ini. Dengan selampu kamar yang patuh
menghangatkan setiap huruf sajak-sajakku.
Aku tergoda dan tak kuasa membayangkan kau dan aku

sebagai dua bidak yang kasmaran dan sama-sama terbius malam.
Kegelapan memintal waktunya sendiri, waktu yang memandang
dan terlelap di antara jalan-jalan dan gerimis yang menyelam
antara keheningan dan gerak samar dedaunan,
waktu yang adalah engkau, perempuanku.

(Jakarta 2011).

Sumber: Tuah Tara No Ate:
Antologi Cerpen dan Puisi Temu Sastrawan IV (2011),
UMMU Press. Hal. 459.