KAMI RAYAKAN KEHIDUPAN SESERING MUNGKIN
Kami rayakan kehidupan sesering mungkin.
Kami menari dan melempari menara atau menanam pohon-pohon
palma yang menumbuhkan warna jingga di antara sepasang syuhada.
Kami rayakan kehidupan sesering mungkin.
Kami curi sehelai benang dari seekor ulat sutra untuk
dilambaikan ke angkasa dan menjadi jimat perjalanan kami.
Kami buka pintu pagar kebun melati dan melangkah pada
suatu hari yang indah ke jalan raya.
Kami rayakan kehidupan sesering mungkin.
Di mana pun kami tinggal kami menanam pepohonan, di mana
pun kami tinggal kami memanen mayat korban pembunuhan.
Kami meniup seruling dengan hembusan nafas warna negeri
yang jauh, negeri yang jauh, kami melukis di atas pasir di antara ringkik
kuda-kuda yang melintas.
Dan kami tulis nama-nama kami di atas permukaan batu.
Kilat menerangi malam kami, sedikit menerangi malam kami.
Kami rayakan kehidupan sesering mungkin.
KAMI BEPERGIAN SEPERTI ORANG LAIN
Kami bepergian seperti orang lain, tetapi tak pernah
kembali kemana pun. Kami bepergian bagai awan. Kami kuburkan orang-orang
tersayang di kegelapan gegana, di antara akar pepohonan.
Dan kami berkata kepada isteri-isteri kami: lahirkanlah
orang-orang seperti kami selama seratus tahun hingga dapat kami sempurnakan
perjalanan ini.
Untuk jam sebuah negeri, untuk mengukur kemuskilan.
Kami bepergian di atas kereta-kereta mazmur, tidur di
tenda para nabi, dan mendengarkan pidato orang-orang gipsi.
Kami mengukur jarak tempuh dengan nyanyian burung-burung
hupu dan mandi dengan cahaya bulan.
Jalanmu sungguh jauh bagai mimpi tujuh perempuan.
Guncangkan pohon-pohon palma untuk mereka, cari tahu nama
mereka, dan siapa di antara mereka yang akan menjadi ibu dari seorang bayi
laki-laki Galilea.
Kita memiliki negeri kata-kata. Bicaralah. Bicaralah
hingga dapat kusimpan jalanku di atas batu segala batu.
Kita memiliki negeri kata-kata. Bicaralah. Bicaralah
hingga mungkin kita akhirnya tahu ujung perjalanan ini.
KETIKA PARA SYUHADA PERGI TIDUR
Ketika para syuhada pergi tidur aku terjaga untuk
mengawal mereka dari para pekabung bayaran.
Kepada para syuhada itu aku berkata: aku berdoa kalian
akan bangun di sebuah negeri baru penuh awan dan pepohonan, sungai dan
khayalan.
Aku mengucapkan tahniah kepada mereka karena selamat dari
peristiwa luar biasa, dari para pembantai yang kelebihan nilai.
Aku mencuri waktu hingga mereka dapat menangkapku dari
pusaran masa. Apakah kita semua syuhada?
Aku berbisik: kawan-kawanku, tinggalkan sebuah dinding
untuk jalan binatu, tinggalkan satu malam untuk nyanyian.
Akan kugantungkan nama kalian dalam keabadian, jadi
tidurlah sebentar, tidurlah di atas jenjang pohon anggur asam.
Hingga dapat kujaga mimpi-mimpi kalian dari salib para
tentara dan komplotan ahli kitab pembunuh para nabi kita.
Sabarlah kepada mereka yang tak memiliki nyanyian
pengantar tidurmu malam ini.
Kepada kalian aku berkata: aku berdoa kalian akan bangun
di sebuah negeri baru menunggang kuda-kuda betina yang berlari kencang.
Aku berbisik: kawan-kawanku, kalian tidak akan pernah
menjadi seperti kami, tali dari tiang gantungan tak dikenal!
Sajak-sajak Mahmoud Darwish di atas diterjemahkan Cecep
Syamsul Hari dari Abdullah al-Udhari, Modern Poetry of the Arab World,
Harmondsworth: Penguin Books, 1986; halaman 125-142. Sajak-sajak terjemahan ini
sebelumnya pernah dipublikasikan di majalah sastra Horison.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar