Puisi Juftazani
Kota
ini, Banten Lama, sebenarnya wajah
sebuah
kerajaan yang megah.
Pengembara
di lautan,
penguasa
di daratan:
sayang
kau menanggung luka sejarah
Pertempuran
besar di kota tua
–
kapten Tack menguasai benteng dan legenda.
Tiada
lagi hari-hari sultan
mengutus
duta kerajaan yang cerdas.
Mengarungi
lautan luas
menyapu
kanvas
dengan
semangat menggebu
dan
kerja keras.
Menggemuruh
dalam atmosfir sejarah
yang
makin terbelenggu.
Menderu
bersama waktu
bersama
kalbu merajut pulau-pulau di Karangantu.
Debur
ombak bagai beludru Banten adalah jawara
yang
menghadang VOC melaju
dalam
titian waktu yang terus berlari tanpa palu.
Jangan
kau kenang diriku
sambil
berurai airmata.
Jangan
kau usung kejayaan
tanpa
menghadirkan semangat membara
untuk
anak-anak dan wanita-wanita
dan
pemuda yang berlari
diantara
desingan cita-cita.
Lihat
kapal-kapal Jung, kapal Pinisi,
kapal
Nade penuh persahabatan
dan
pergaulan yang indah.
Saksikan
kapal-kapal Vereenigde Oost-Indische Compagnie
berlayar
liar merampok anak-anak kapal.
Mari
kenangan itu kita tukar
dengan
membangun Banten yang penuh kanal
dan
masa depan yang gemebyar Ini Banten Bung,
satu
kerajaan maritim miliki konsep kelautan
yang
lengkap.
Bukan
kerajaan pulau-pulau yang melupakan
debur
ombak dan menaklukkan gelombang.
Di sini
tempat perputaran bangsa-bangsa
berbaur
dan membentuk satu bangsa baru.
Negeri
ini tak penah menyisakan anak-anak bangsa
yang
lemah, manja dan pemalas.
Banten
pastilah menyisakan anak-anak keturunan
yang
gagah perkasa, berpikir,
bekerja
keras dan taat
kepada
agama.
Siang
membangun dunia
malam
merajut surga.
Tangerang, 11 Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar