Label

Senin, 15 Februari 2016

Indonesia di Mata Para Pujangga Rusia


Andari Karina Anom & Dwi Arjanto (http://majalah.tempointeraktif.com)

Inilah deretan sastrawan Rusia yang menggubah puisi tentang dunia Timur. Tema utamanya soal kehidupan, alam, dan cinta.

NUN di Rusia sana, Nikolai Gumilev menjalin kata tentang negeri yang jauh di matanya. Puisi sang penyair tentang dunia Timur nan eksotis bertebaran dalam buku Images of Nusantara in Russian Literature. Ada The Hippopotamus (After Theophile Gautier), The Childish Ditty, Laos, Kha, Allah's Child (From a fairy-tale play).

Memang tak mudah menyelami makna puisi Gumilev. Ia menuangkan beragam tema, dari soal kehidupan, cinta, hingga hal-hal filosofis. Ia menorehkan kesannya tentang Nusantara pada banyak puisinya. Dalam The Hippopotamus, ia menyebut kecintaan pada Jawa. Dalam Allah's Child, ia "merekam" percakapan filosofis-mistis seorang anak muda kepada burung-burung.

Itulah Nikolai Gumilev, yang meninggal pada 1921 di usia 35 tahun dan dikenal sebagai penyair sekaligus kritikus sastra. Gumilev telah lama tertarik pada kebudayaan Afrika dan Asia, yang didatanginya saat ia bertugas di Angkatan Bersenjata Rusia. Kekagumannya dituangkan, antara lain, dalam puisi tentang pemandangan dan liarnya alam Afrika berjudul The Giraffe. Puisi ini dipersembahkan buat Anna Akhmatova. Kepada istri yang dinikahinya hanya sepuluh tahun itu, Gumilev ingin berbagi tentang dunia jauh yang sangat menarik hatinya.

Di masa pengujung hidupnya, puisi Gumilev kian "rumit". Lewat The Streetcar Gone Astray, Gumilev menampakkan ketakutannya terhadap perang dan kekacauan di Rusia. Ia menulis puisi itu pada 1921, saat ia ditangkap dan akhirnya dieksekusi. Puisi itu, menurut sebagian kritikus, adalah versi modern puisi karya Aleksandr Pushkin (1799-1837), penyair yang dianggap sebagai pelopor sastra modern Rusia.

Pushkin juga sastrawan yang punya keterikatan batin dengan Asia. Dalam Images of Nusantara, puisi Pushkin berjudul The Antiar menggambarkan kesannya tentang dunia Timur. Dialah yang pertama kali menggunakan percakapan sehari-hari dalam puisi. Tak kurang dari 800 lirik puisinya ditulis dengan pola bertutur. Aleksandr Pushkin, yang lahir di Moskwa, berkarya sejak dini. Saat berusia 14 tahun, ia mempublikasikan puisi pertamanya. Ia juga melahirkan Ruslan and Ludmila (1820), cerita yang berasal dari dongeng rakyat Rusia yang dikisahkan neneknya ketika ia kecil dulu.

Pada 1817, ia menerima tugas sebagai perwakilan asing di St. Petersburg. Ia berteman dengan kalangan radikal yang belakangan terlibat dalam Pemberontakan Decembrist pada 1825. Lima tahun sebelumnya, Pushkin diusir dari kota itu karena puisi politiknya, seperti Ode to Liberty. Dia kemudian dipindahkan ke Ekaterinoslav, lalu ke Kishinev, hingga ke Odessa. Melompat dari kota ke kota di Rusia, ia menulis puisi dan menghasilkan karya-karya bermutu seperti novel Eugene Onegin (1833) dan Boris Godunov (1831).

Ada juga Ivan S. Turgenev, penyair besar Rusia yang memotret satu sisi Nusantara lewat prosanya Song of Triumphant Love. Turgenev adalah penulis novel, puisi, dan naskah sandiwara yang dikenal dengan deskripsinya yang kaya tentang kehidupan sehari-hari di Rusia pada abad ke-19. Meski banyak terpengaruh sastrawan Fyodor Dostoevsky dan Leo Tolstoy, Turgenev tetaplah salah satu figur utama di kancah sastra Rusia abad ke-19.

Ia lahir di Oryol, daerah Ukraina di Rusia. Pada usia 18 tahun, ia merantau ke Jerman. Kisah perjalanannya ini membuahkan cerita A Fire at Sea. Sempat bekerja di Departemen Dalam Negeri, ia kemudian sukses menerbitkan dua cerita puisinya. Sejak saat itulah ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk sastra dan perjalanan-perjalanan untuk menggali inspirasi.

Pada 1840, Turgenev menulis puisi, kritik sastra, dan cerita pendek yang kental dengan pengaruh Nikolay Gogol. Lewat cerita pendeknya, A Sportsman's Sketches (1852), Turgenev mencapai ketenaran. Kisah ini ditujukan pada Tsar Alexander II, yang membebaskan para budak belian pada masa itu, yang ditulis dari sudut pandang seorang bangsawan muda. Namun pendapat Turgenev dalam cerita itu malah mengantarnya sebagai tahanan rumah selama 18 bulan.

Bukan cuma tiga sastrawan itu yang terpikat pada Nusantara dan menorehkannya dalam karya sastra. Sederet nama juga banyak menghasilkan karya tentang dunia Timur. Ada Konstantin Balmont, yang menulis lebih dari satu lusin puisi tentang Indonesia. Lihatlah antara lain Gamelan, Borobudur, The Javanese Dancer, dan Javanese Garden. Ada juga Vladimir Elsner, yang menulis berjudul-judul puisi tentang Indonesia dan Malaysia yang bertema keindahan alam, seperti The Malay Sword, Flowers in the Thicket, Tropical Forest, The Tropical Thicket, dan—judulnya serupa dengan puisi Balmont—Borobudur. Nusantara sungguh memikat dituangkan dalam kata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar