Andari
Karina Anom & Dwi
Arjanto (http://majalah.tempointeraktif.com)
Inilah deretan sastrawan Rusia yang menggubah puisi tentang dunia Timur.
Tema utamanya soal kehidupan, alam, dan cinta.
NUN di Rusia sana, Nikolai Gumilev menjalin kata tentang negeri yang jauh di
matanya. Puisi sang penyair tentang dunia Timur nan eksotis bertebaran dalam
buku Images
of Nusantara in Russian Literature. Ada The Hippopotamus (After
Theophile Gautier), The Childish Ditty, Laos, Kha, Allah's Child (From a
fairy-tale play).
Memang tak mudah menyelami
makna puisi Gumilev. Ia menuangkan beragam tema, dari soal kehidupan, cinta,
hingga hal-hal filosofis. Ia menorehkan kesannya tentang Nusantara pada banyak
puisinya. Dalam The Hippopotamus, ia menyebut kecintaan pada Jawa. Dalam
Allah's Child, ia "merekam" percakapan filosofis-mistis seorang anak
muda kepada burung-burung.
Itulah Nikolai Gumilev, yang
meninggal pada 1921 di usia 35 tahun dan dikenal sebagai penyair sekaligus
kritikus sastra. Gumilev telah lama tertarik pada kebudayaan Afrika dan Asia,
yang didatanginya saat ia bertugas di Angkatan Bersenjata Rusia. Kekagumannya
dituangkan, antara lain, dalam puisi tentang pemandangan dan liarnya alam
Afrika berjudul The Giraffe. Puisi ini dipersembahkan buat Anna Akhmatova.
Kepada istri yang dinikahinya hanya sepuluh tahun itu, Gumilev ingin berbagi
tentang dunia jauh yang sangat menarik hatinya.
Di masa pengujung hidupnya,
puisi Gumilev kian "rumit". Lewat The Streetcar Gone Astray, Gumilev
menampakkan ketakutannya terhadap perang dan kekacauan di Rusia. Ia menulis
puisi itu pada 1921, saat ia ditangkap dan akhirnya dieksekusi. Puisi itu,
menurut sebagian kritikus, adalah versi modern puisi karya Aleksandr Pushkin
(1799-1837), penyair yang dianggap sebagai pelopor sastra modern Rusia.
Pushkin juga sastrawan yang
punya keterikatan batin dengan Asia. Dalam Images of Nusantara, puisi Pushkin
berjudul The Antiar menggambarkan kesannya tentang dunia Timur. Dialah yang
pertama kali menggunakan percakapan sehari-hari dalam puisi. Tak kurang dari
800 lirik puisinya ditulis dengan pola bertutur. Aleksandr Pushkin, yang lahir
di Moskwa, berkarya sejak dini. Saat berusia 14 tahun, ia mempublikasikan puisi
pertamanya. Ia juga melahirkan Ruslan and Ludmila (1820), cerita yang berasal
dari dongeng rakyat Rusia yang dikisahkan neneknya ketika ia kecil dulu.
Pada 1817, ia menerima tugas
sebagai perwakilan asing di St. Petersburg. Ia berteman dengan kalangan radikal
yang belakangan terlibat dalam Pemberontakan Decembrist pada 1825. Lima tahun
sebelumnya, Pushkin diusir dari kota itu karena puisi politiknya, seperti Ode
to Liberty. Dia kemudian dipindahkan ke Ekaterinoslav, lalu ke Kishinev, hingga
ke Odessa. Melompat dari kota ke kota di Rusia, ia menulis puisi dan
menghasilkan karya-karya bermutu seperti novel Eugene Onegin (1833) dan Boris
Godunov (1831).
Ada juga Ivan S. Turgenev,
penyair besar Rusia yang memotret satu sisi Nusantara lewat prosanya Song of
Triumphant Love. Turgenev adalah penulis novel, puisi, dan naskah sandiwara
yang dikenal dengan deskripsinya yang kaya tentang kehidupan sehari-hari di
Rusia pada abad ke-19. Meski banyak terpengaruh sastrawan Fyodor Dostoevsky dan
Leo Tolstoy, Turgenev tetaplah salah satu figur utama di kancah sastra Rusia
abad ke-19.
Ia lahir di Oryol, daerah
Ukraina di Rusia. Pada usia 18 tahun, ia merantau ke Jerman. Kisah
perjalanannya ini membuahkan cerita A Fire at Sea. Sempat bekerja di Departemen
Dalam Negeri, ia kemudian sukses menerbitkan dua cerita puisinya. Sejak saat
itulah ia mendedikasikan seluruh hidupnya untuk sastra dan
perjalanan-perjalanan untuk menggali inspirasi.
Pada 1840, Turgenev menulis
puisi, kritik sastra, dan cerita pendek yang kental dengan pengaruh Nikolay
Gogol. Lewat cerita pendeknya, A Sportsman's Sketches (1852), Turgenev mencapai
ketenaran. Kisah ini ditujukan pada Tsar Alexander II, yang membebaskan para
budak belian pada masa itu, yang ditulis dari sudut pandang seorang bangsawan
muda. Namun pendapat Turgenev dalam cerita itu malah mengantarnya sebagai
tahanan rumah selama 18 bulan.
Bukan cuma tiga sastrawan itu
yang terpikat pada Nusantara dan menorehkannya dalam karya sastra. Sederet nama
juga banyak menghasilkan karya tentang dunia Timur. Ada Konstantin Balmont,
yang menulis lebih dari satu lusin puisi tentang Indonesia. Lihatlah antara
lain Gamelan, Borobudur, The Javanese Dancer, dan Javanese Garden. Ada juga Vladimir
Elsner, yang menulis berjudul-judul puisi tentang Indonesia dan Malaysia yang
bertema keindahan alam, seperti The Malay Sword, Flowers in the Thicket,
Tropical Forest, The Tropical Thicket, dan—judulnya serupa dengan puisi
Balmont—Borobudur. Nusantara sungguh memikat dituangkan dalam kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar