Label

Sabtu, 27 Februari 2016

Fabel & Animasi



Puisi-puisi Sulaiman Djaya


FABEL –

Tanganku saling bermain dengan kata
dan kalimat. Menggambar rusa dan senja,
sama-sama melukis bahasa
jadi sajak, menziarahi dunia.

Orang-orang telah mengganti kesepiannya
dengan dunia-dunia di layar kaca
dan puisi pun tak ada
bagi mereka yang kehilangan bahasa.

Puisi hanya bisa ditulis
ketika kau ikhlas duduk sendiri.
Selagi bahasa belum mati
oleh iklan-iklan komoditas abad ini

yang membuatmu tak lagi mengenali
beda kata dan kalimat
saat kau membaca dan berbicara
ketika sedih atau gembira.

Aku menulis karena aku ingin menziarahi
dunia-dunia yang tersembunyi
dalam bahasa dan hidup sehari-hari
yang juga kau akrabi.

Kau tentu tahu, seringkali rasa asing
tak bisa dibedakan dari sepi
ketika kau sibuk memilih
dunia yang ingin sekali kau tinggali.

Tetapi aku berbagi sunyi dengan kata-kata
ketika bernyanyi dan menulis puisi.
Membayangkan sebuah dunia
dengan rumah-rumah purba

dan kau tak perlu menyeru kata
ketika menulis sajak
karena puisi bukan mantra sihir
atau jurus sulap dunia jaman mesin.

(2015)


ANIMASI –

Februari datang seperti bahasa
dan detak jam
telah selesai menghitung hujan
seperti cinta pertama

dalam sebuah sajak.
Di bawah mendung aku memandang
para capung dan kupu-kupu
ketika waktu tidur

di dalam sepasang matamu.
Waktu, yang tanpa kau-tahu,
merubah warna jendela kaca
dan menyimpan ingatan

di sebuah stanza
yang pernah kau-baca.
Tetapi waktu bukan tahun-tahun
yang menggugurkan daun.

Waktu adalah cahaya kunang-kunang
dan sesuatu, entah apa itu,
yang tak pernah dikatakan
gugusan rambutmu.

Aku pun seringkali
terlambat membuka mata
untuk mengenali sebuah dunia
yang ditinggalkan dan yang datang.

Waktu, barangkali, seperti para capung
yang bergetar dan mengambang
di antara remang cahaya
dan dingin udara Februari pertama.

(2015)

Sumber: Harian Indo Pos, 26 Februari 2016 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar