Label

Senin, 28 Oktober 2013

Bahasa Plang Jalan Tol


Azka EA Abhipraya*

Pernahkah Anda membaca tulisan di plang-plang pinggir jalan? Saya yakin Andasemua sudah pernah membacanya. Bahkan, mungkin sering. Saya yakin Anda pasti memahami apa maksud dari setiap tulisan di plang jalan tersebut. Namun, secara tidak disadari banyak penggunaan bahasa yang keliru. Di sini saya hanya ingin sekadar curhat. Mungkin saya adalah satu orang yang jarang naik bus umum. Hanya sesekali saja bila ada kegiatan keluar kota. Kebetulan kemarin saya baru pulang dari Jakarta. Sepanjang jalan tol, baru kali ini saya merasa gelisah dan resah ketika memperhatikan dengan seksama satu per satu plang-plang yang menancap di seberang kiri jalan (Tol Tangerang—Serang). Plang-plang itu menarik simpati saya untuk dicatat di ponsel kemudian mencocokannya dengan referensi buku yang ada. Misalnya, saya menemukan kalimat GUNAKAN LAJUR KIRI, DILARANG MENDAHULUI DARI SEBELAH KIRI, dan LAJUR KANAN HANYA UNTUK MENDAHULUI (ditulis asli huruf kapital). Timbul sebuah pertanyaan, apa perbedaan jalur dengan lajur? Apakah kedua kata itu sama? 

Sesampainya di rumah, saya langsung membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ternyata kedua kata itu berbeda makna. Inilah makna yang saya temukan dengan lengkap. Ja-lur n 1 kolom yang lurus; garis lebar; setrip lebar; 2 ruang di antara dua garis pada permukaan yang luas; 3 ruang memanjang di antara dua deret tanaman; 4 rel; 5 Olr ruang memanjang antara dua garis batas lurus; ruang antara garis permainan tunggal dan garis permainan ganda; 6 Kim suatu tahapan atau deret tahapan suatu proses metabolisme, sedangkan La-jur n 1 deret beberapa benda (orang dsb.) yang merupakan baris atau banjar; 2 kolom (dlm. surat kabar dsb; 3 baris tebal memanjang (pada kain dsb.); 4 ark baris; garis (pertahanan). Berarti penggunaan kata lajur dalam kalimat GUNAKAN LAJUR KIRI dan LAJUR KANAN HANYA UNTUK MENDAHULUI benar. Hanya penggunaan kalimat tersebut kurang dibubuhi tanda seru (!) karena kalimat tersebut merupakan kalimat perintah. 

Selain itu, ada juga penggunaan kalimat GUNAKAN SABUK KESELAMATAN! yang tertera di papan pengumuman elektronik di dinding jembatan (di atas jalan tol). Dalam buku Praktis Bahasa Indonesia jilid 2 (cet. Ke-7 tahun 2011) penggunaan istilah di atas kurang tepat. Kalimat tersebut sekan-akan menyiratkan bahwa sabuk keselamatan dapat menjamin keselamatan pemakainya apabila terjadi kecelakaan. Oleh karena itu, istilah sabuk keselamatan perlu dipertimbangkan. Dalam buku yang saya sebutkan di atas menganjurkan untuk menggantinya dengan GUNAKAN SABUK PENGAMAN! Pengemudi yang mengenakan sabuk pengaman pun belum tentu selamat. Bahkan, sabuk pengaman itu bisa rusak atau hancur. Sabuk pengaman hanya mengamankan pemakainya, tidak menjamin pemakainya pasti selamat. Istilah ini sejalan dengan satuan pengaman (satpam), jaring pengaman, helm pengaman, kursi pengaman (bagi pilot), dan kunci pengaman (biasanya dipasang pada kemudi mobil atau kemudi motor).

Selain penggunaan kalimat di atas, terdapat juga kekeliruan yang lainnya, yakni BATAS KECEPATAN MAX.: 100 KM/ JAM MIN. 60 KM/ JAM. Dalam plang lain, saya juga menemukan penggunaan yang utuh tanpa disingkat, BATAS KECEPATAN MAKSIMAL: 100 KM/ JAM MINIMAL: 60 KM/ JAM. Si pembuat plang sepertinya tidak konsisten dengan apa yang ditulis. Penggunaan singkatan MAX. dalam kalimat tersebut berasal dari singkatan bahasa Inggris. Seharusnya MAK. (dalam bahasa Indonesia). Namun, bila ingin enak dibaca, lebih baik ditulis utuh MAKSIMAL, tidak perlu disingkat sehingga tidak menimbulnya kerancuan.

Berjalan-jalan lagi ke kalimat berikutnya, yakni DILARANG MEMBUANG APAPUN DI JALAN TOL[!] Saya mencari-cari apa yang salah dalam kalimat tersebut. Setelah disesuaikan lagi dengan referensi, ada penggunaan partikel pun yang keliru, yakni APAPUN. Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisi ke-3 tahun 2003) dijelaskan, partikel pun hanya dipakai dalam kalimat deklaratif dan dalam bentuk tulisan dipisahkan dari kata di mukanya. Terkecuali partikel pun yang sudah dikodratkan ditulis serangkai: walaupun, meskipun, kendatipun, adapun, sekalipun, biarpun, dan sungguhpun. Jadi, APA PUN bukan APAPUN. 

Sesudah saya mencatat kalimat-kalimat yang ditulis di atas, saya kembali menemukan tulisan yang tertera di balik kaca sopir bus—tepat di hadapan saya. Tulisannya begini, Perhatian !!! bus ini akan mengantar anda sampai tujuan (terminal labuan lama mulai jam 17.30) pengaduan : hp. 0877099 xxxxx (catat no. bodi atau no. pol bus ini). Ah, cukuplah bagi saya mencari kesalahan-kesalahan kata di plang jalan atau di dalam bus. Saya bukan pakar/ polisi bahasa. Jadi, barangkali Anda yang lebih pantas melanjutkannya. Silakan!

*Penulis adalah aktivis Kubah Budaya, alumnus Untirta, Banten. Pengajar Bahasa Indonesia di SMK Muhammadiyah Pontang, Serang, Banten. Sumber:
Pikiran Rakyat, Minggu, 27 Oktober 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar