Label

Minggu, 14 September 2014

Puisi-puisi MPU 8 –di Banten Edisi NTT dan Jawa Barat





Mario F Lawi (Nusa Tenggara Timur)

Bui Ihi*

/1/
Usai cacah jiwa yang melelahkan, lekaslah bersila mengelilingi potongan sirih dan
pinang muda. Musim panen yang meresahkan semoga menjadi silih bagi segala dosa
dan buruk sangka. Tujuh pasang ayam jantan akan dilepaskan. Jiwa-jiwa yang
terlepas tak perlu gerah mengabadikan lirih dan sengsara. Syahdan, darah ayam yang
tumpah akan mengusir resah setelah Dewa Kesuburan gagal menyembunyikan
amarah. Doa musim tanam berikut meloloskan kita dari sakit dan tulah. Ingatlah,
Sayang, di kota , Si Sulung sedang belajar membetulkan letak nasib kita dalam sekolah.

Kita akan berpindah dari ladang ke ladang selam batang lontar masih terlalu licin dan
lumut-lumut di atas batu pijak belum dibersihkan. Pagi belum usai mengusap mata dan
meregangkan badannya. Lekaskan pekerjaan ladang ini, agar sebelum petang
memanjangkan bayang-bayang, isi ha’ba yang tak akan lagi sempat mengepulkan asap
dapur dapat kuganti dengan arakan bebunga dan dedaun d atas benang-benang
panjangmu. “Ana appu ya de tape wede pa loko pa da’I ta mahhe rim one b’aga,”**
masihkah kau ingat bagaimana sorot mata kakekmu mengucapkannya? Tak ada nyala
yang akan sanggup menandingi pijarnya. Tapi ke dada tipisku kaurebahkan segenap
pilihan atas kelanjutanmu.

/2/
Sorgum adalah jodoh bagi potongan-potongan daging babi dalam kulimu.
Jodoh yang akan kaupertahankan daripada kisah iblis yang diusir Kristus
ke dalam sekawanan babi. Ka’bahuru tak akan cukup memberi penjelasan
terhadap lemak yang menempel di langit-langitmu bagaikan sisa dosa
peninggalan iblis. “Cukuplah kubaptis dengan segelas hangat air putih.”
Tanpa ritual dan tanda salib. Segala yang terkunci akan terbuka, lebih lebar
dari pintu Zakharia ketika kalam di hadapannya memberi salam. Hari ini kita
akan mengenang lagi Daba yang memberi harapan. Karena hati yang telah
kita matangkan akan digunakan untuk mencairkan dendam, meleburkan segala
derita ke dalam tetugalan di ladang. Ke dalam mulut para Mone Ama yang
menyiramkan rahmat dari balik merah sirih-pinang yang rebah di atas batu.

(Naimata , 2012)

Keterangan: *Ritual ‘pendinginan’ hasil panen, hewan bahkan manusia yang dianggap masih panas pada bulan-bulan sebelumnya. Diadakan sebulan setelah bulan Daba. Bui Ihi disebut juga Banga Liwu, diambil dari nama tokoh mistik yang dipercaya sebagai Dewa Kesuburan. **Salah satu jenis permohonan dalam salah satu bagian Daba—Ritus insani kaum Jingitiu suku Nappu Pudi, Desa Pedarro, Kecamatan Hawu-Mehara, Kabupaten Sabu-Raijua, NTT—dalam bahasa Hawu. Terjemahannya kira-kira: Anak cucuku ini disanjung dalam cinta dan jodoh, semoga ia mendapat jodoh seorang lelaki kaya akan sawah dan lumbung.


Sandi Huizche (Jawa Barat)

Keluarga Pohon

Bait-bait gembiramu;

Kebahagian bapak yang menjalar di bawah
Lapisan permukaan, menerima suratan
Dari gumpalan awan

Ema di pucuk daun, melantunkan hawa, menebar
Butiran-butiran kecil, mengisi udara hampa

Batang memanjang ditangan kakak, menggenggam
Pesona rasa. Mengalirkan makan ke serat-serat ranting
Ke buah dan bunga

Aku menetes. Merembes ke sumur-sumur
Ke dalam kendi, ke dalam cawan, ke dalam lambung
Ke tinta yang berwarna

Milikmu gema yang sederhana

Keluarga pohon, meneduni rumah kata-kata

2013


Ahmad Faisal Imron (Jawa Barat)

Jim

/1/

kusebut saja jim, ya haliim
yang lebih empuk ketimbang khuldimu

/2/

aku mendengar bahwa di langit ke-7
tahlil bumi dan roh dari misteri semua ini;
jasad waktu ataupun angka-angka
akal semesta ataupun seekor ular
yang dalam perjanjiannya
selalu atas nama delapan eden

semua telah diberi nama, katanya

/3/

ya, semua nama adalah ular api
namun di dalam sini, ada desis-desis lain

Ya haliim, tak seharusnya kukatakan itu
kusebut saja jim dan yang tak berbentuk

melainkan bentuk aku

2009


Mezra E. Pellondou (Nusa Tenggara Timur)

Fatumetan

Hmm ma
hmmm mu
hmmm mi
hmmm me
hmmm mo
hmm hmm hmm hmm hmm hmm

Burung nus
finikliup merobek langit malam
pada gugusan
bukit-bukit batu yang menghitam
sejak purba
batu-batu di sana telah hitam
bukan karena malam
bukan karena matahari

hm fatu,te,to,fa,fi,fu,,fatu
hmm fatu ma,mi,mu,mo,metan

batu-batu yang merimbun lebat
gantikan pohon dan air
orang-orang merangkak dari batu
mencari batu untuk hidupnya
di balik batu ada sepasang mata
sang khalik yang memberi keindahan
pada bunga bunga tropis dan belalang hutan
sehingga tidak jadi hama

hmm hmm hmm hmm hmm hmm
hmm hmm hmm hmm hmm hmm

Fatumetan, 21 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar