SEUSAI SUNYI
: Rilke
Di dunia ini,
ada lampu yang kehilangan warna,
ada labirin untuk jejak langkah
yang bahagia.
Tapi di ujung titik,
hanya ada kata-kata
dan hampa yang percuma.
Di dunia ini,
ada gadis-gadis yang menyamar cermin,
ada cium yang meniru malaikat salju.
Tapi di antara koma,
malam-malam jadi selimut tua
dan dingin jadi dingin yang biasa.
Di dunia ini,
mungkin semua biasa.
Juga bagi seekor lebah
yang menggantung di sudut ruang,
yang mendengungkan murung
untuk udara yang tak tembus cahaya.
Dan di dunia ini,
ada pendulum waktu
yang tak punya kilau biru,
bergerak pelan
hingga yang hampa
sampai ke batas cahaya.
Juli 2007
JEMBATAN KOTA
Sehelai sakura jatuh di langit biru.
Ada riak kecil, sesaat menghilang
ditiup gelombang angin
Siapakah yang memberi nama
untuk semua burung camar
yang melayang hampa?
Barangkali payung seorang gadis
yang menunggu di jembatan
atau ilusi yang menyamar ranting pohon
Seandainya semua bisu
sebelum langit menjelma biru
bisakah lonceng bergema tiga kali
dan ribuan sakura berjatuhan?
Tapi hanya sehelai sakura
yang jatuh di langit biru
dan payung tertutup
Langkah kaki yang lincah
bergegas di jembatan
Bukan ia
yang memberi nama untuk semua hampa.
Maret 2007
SAJAK AGUSTUS
Ada batu di sungai
Sendiri di air
Siapakah ia
pertapa atau cuma
seekor ikan durhaka?
Sebuah ranting terjatuh
terbawa arus
adakah ia
untuk kita?
Sebuah sampan nelayan
tak pergi ke hulu
atau ke tepian yang teduh
mengayuh menempuh buih
Kita tak punya sampan
atau kata-kata
Cuma punya tanya
sungai mengalir, entah ke muara
atau ke laut yang sia-sia.
Ada batu di sungai
dan ranting kayu
menolak terbawa arus
Agustus 2006
SEBUAH JALAN DI KLUNGKUNG
Tokoh kartun adikku meremas roti.
Sebuah tokoh linglung
dengan sekeping uang di saku
koin pemberian ibu.
Ada banyak pohon cemara
seperti dalam sajak masa kecilnya
yang penuh awan putih
sesekali tercerai
karena angin dan cahaya matahari
Tetapi tak ada sarang burung mungil
yang sendirian menunggu induknya.
Sedangkan di jalan kecil
rumput membimbing
seekor ulat yang tersesat.
Anak itu menatapnya,
membayangkan dirinya
seperti daun-daun kecil
di jalan yang lengang.
Masing-masing membayangkan hujan,
dan tangisan tersembunyi seekor kupu-kupu.
Orang-orang berjalan tergesa
menepis dingin hujan
tanpa tangan ibu
terjatuh di tangga berlumut
tak ada sedu kanak-kanak yang manja
atau permen hadiah masa lalu
Begitu juga dirinya.
Ia menerawangkan koin itu
mencari-cari senyum ibu
tetapi selalu hujan menghapusnya
seperti tangannya
yang mengibaskan tetes hujan.
Maret 2007
: Rilke
Di dunia ini,
ada lampu yang kehilangan warna,
ada labirin untuk jejak langkah
yang bahagia.
Tapi di ujung titik,
hanya ada kata-kata
dan hampa yang percuma.
Di dunia ini,
ada gadis-gadis yang menyamar cermin,
ada cium yang meniru malaikat salju.
Tapi di antara koma,
malam-malam jadi selimut tua
dan dingin jadi dingin yang biasa.
Di dunia ini,
mungkin semua biasa.
Juga bagi seekor lebah
yang menggantung di sudut ruang,
yang mendengungkan murung
untuk udara yang tak tembus cahaya.
Dan di dunia ini,
ada pendulum waktu
yang tak punya kilau biru,
bergerak pelan
hingga yang hampa
sampai ke batas cahaya.
Juli 2007
JEMBATAN KOTA
Sehelai sakura jatuh di langit biru.
Ada riak kecil, sesaat menghilang
ditiup gelombang angin
Siapakah yang memberi nama
untuk semua burung camar
yang melayang hampa?
Barangkali payung seorang gadis
yang menunggu di jembatan
atau ilusi yang menyamar ranting pohon
Seandainya semua bisu
sebelum langit menjelma biru
bisakah lonceng bergema tiga kali
dan ribuan sakura berjatuhan?
Tapi hanya sehelai sakura
yang jatuh di langit biru
dan payung tertutup
Langkah kaki yang lincah
bergegas di jembatan
Bukan ia
yang memberi nama untuk semua hampa.
Maret 2007
SAJAK AGUSTUS
Ada batu di sungai
Sendiri di air
Siapakah ia
pertapa atau cuma
seekor ikan durhaka?
Sebuah ranting terjatuh
terbawa arus
adakah ia
untuk kita?
Sebuah sampan nelayan
tak pergi ke hulu
atau ke tepian yang teduh
mengayuh menempuh buih
Kita tak punya sampan
atau kata-kata
Cuma punya tanya
sungai mengalir, entah ke muara
atau ke laut yang sia-sia.
Ada batu di sungai
dan ranting kayu
menolak terbawa arus
Agustus 2006
SEBUAH JALAN DI KLUNGKUNG
Tokoh kartun adikku meremas roti.
Sebuah tokoh linglung
dengan sekeping uang di saku
koin pemberian ibu.
Ada banyak pohon cemara
seperti dalam sajak masa kecilnya
yang penuh awan putih
sesekali tercerai
karena angin dan cahaya matahari
Tetapi tak ada sarang burung mungil
yang sendirian menunggu induknya.
Sedangkan di jalan kecil
rumput membimbing
seekor ulat yang tersesat.
Anak itu menatapnya,
membayangkan dirinya
seperti daun-daun kecil
di jalan yang lengang.
Masing-masing membayangkan hujan,
dan tangisan tersembunyi seekor kupu-kupu.
Orang-orang berjalan tergesa
menepis dingin hujan
tanpa tangan ibu
terjatuh di tangga berlumut
tak ada sedu kanak-kanak yang manja
atau permen hadiah masa lalu
Begitu juga dirinya.
Ia menerawangkan koin itu
mencari-cari senyum ibu
tetapi selalu hujan menghapusnya
seperti tangannya
yang mengibaskan tetes hujan.
Maret 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar