Label

Selasa, 05 Agustus 2014

Puisi Nasihat Imam Ali al Hadi al Naqi As




Ketika itu Mutawakkil yang menjadi khalifah dinasti Abbasiyah memerintahkan kekuatan militernya untuk menyerang rumah Imam Ali Al-Hâdî as pada malam hari dan menahannya. Mereka menyerang rumahnya di pertengahan malam dan menemukannya sedang berada di dalam sebuah kamar yang tertutup. Pada saat itu, ia mengenakan jubah yang terbuat dari bulu dan duduk di atas pasir dan kerikil yang terhampar di atas lantai kamar itu dengan menghadap ke arah Kiblat sembari membaca firman Allah swt: "Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu." (al Qur’an Surah Al-Jâtsiyah ayat 21).  

Mereka membawa Imam Al-Hâdî as ke hadapan Mutawakkil, sedangkan ia masih tetap dalam kondisi semula yang menggambarkan nilai spiritualitas para nabi as itu dan Mutawakkil sedang duduk di depan hidangan khamar dalam kondisi mabuk sempoyongan. Ketika melihat Imam Al-Hâdî as, ia menawarkan segelas khamar kepadanya. Imam Al-Hâdî as menghardiknya seraya berkata: "Demi Allah, daging dan darahku tidak pernah dikotori oleh khamar untuk selamanya." Mutawakkil menoleh ke arah Imam Al-Hâdî as seraya berkata: "Senandungkanlah syair untukku." Imam Al-Hâdî as menjawab: "Aku tidak banyak meriwayatkan syair." Sang lalim itu memaksa sembari berkata: "Engkau harus menyenandungkan syair untukku." Imam Al-Hâdî as tidak memiliki pilihan lain kecuali harus mengabulkan permintaannya itu. Lalu, ia membacakan bait-bait syair menyedihkan berikut ini yang dapat merubah sang lalim yang sedang mabuk sempoyongan itu menjadi sedih dan menangis:

“Mereka hidup di atas puncak kekuasaan
dengan dikawal oleh pengawal-pengawal kuat
tapi puncak kekuasaan tak bermanfaat bagi mereka.
Mereka diturunkan dari kedudukannya
setelah beberapa saat merasa mulia,
dan diletakkan di liang kuburan.
Oh, alangkah jeleknya liang mereka.
Sebuah suara menyeru mereka setelah mereka dikuburkan:
"Manakah takhta, manakah pernik perhiasan,
dan manakah gemerlap mahkota?
Manakah wajah-wajah yang sebelumnya
bergelimangan nikmat, yang seluruh kelambu dan tirai
dibentangkan di hadapannya?
Liang kubur pun berbicara ketika ia mempertanyakan mereka:
Itulah wajah-wajah itu tengah digerayangi ulat-ulat
berpesta-pora. Mereka telah banyak makan
dan minum setelah beberapa masa,
dan setelah berselang masa yang lama itu,
mereka telah jadi mangsa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar