“Kisah
ini menginspirasi Ivan Turgenev ketika menulis novel Father and Sons, dan juga
Orhan Pamuk dalam novel Snow-nya, yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia itu. Berikut kisah singkatnya”
Tersebutlah
seorang pahlawan besar Persia bernama Rustam dan Sohrab. Mereka adalah ayah dan
anak, namun mereka tidak pernah bertatap muka sampai suatu hari mereka harus
beradu pedang, berjuang mati-matian di area pertempuran sebagai dua komandan
dari dua pasukan yang saling bermusuhan.
Cerita ini dimulai saat Rustam harus meninggalkan rumah beberapa saat setelah kelahiran putranya, Sohrab, untuk pergi mengemban tugas sebagai komandan dari sang Kaisar Persia. Tugas itu adalah menaklukan dunia. Sebelum meninggalkan kedua orang yang dicintainya itu, Rustam memberikan jimat kepada isterinya, dan berpesan agar jimat itu diikatkan di tangan kanan anaknya, yang dengan jimat dan “petanda” tersebut dia akan mengenali anaknya bila suatu saat bertemu.
Sejak usia belia putra komandan Persia ini menggabungkan dirinya dengan pasukan Yunani, entah karena bakat turunan atau karena faktor lainnya, dan begitulah karir Sohrab dalam ketentaraan melejit bagaikan rising star yang tak pernah diduga. Kemampuan dan kekuatannya menghantarkan dirinya menjadi komandan pasukan Yunani dalam waktu singkat.
Ketika suatu hari kedua imperium tersebut bertemu di medan pertempuran, berjumpalah sang anak dan sang ayah yang telah berpisah sangat lama tersebut, dan karenanya mereka pun tidak saling mengenali satu sama lain.
Cerita ini dimulai saat Rustam harus meninggalkan rumah beberapa saat setelah kelahiran putranya, Sohrab, untuk pergi mengemban tugas sebagai komandan dari sang Kaisar Persia. Tugas itu adalah menaklukan dunia. Sebelum meninggalkan kedua orang yang dicintainya itu, Rustam memberikan jimat kepada isterinya, dan berpesan agar jimat itu diikatkan di tangan kanan anaknya, yang dengan jimat dan “petanda” tersebut dia akan mengenali anaknya bila suatu saat bertemu.
Sejak usia belia putra komandan Persia ini menggabungkan dirinya dengan pasukan Yunani, entah karena bakat turunan atau karena faktor lainnya, dan begitulah karir Sohrab dalam ketentaraan melejit bagaikan rising star yang tak pernah diduga. Kemampuan dan kekuatannya menghantarkan dirinya menjadi komandan pasukan Yunani dalam waktu singkat.
Ketika suatu hari kedua imperium tersebut bertemu di medan pertempuran, berjumpalah sang anak dan sang ayah yang telah berpisah sangat lama tersebut, dan karenanya mereka pun tidak saling mengenali satu sama lain.
Di
medan laga itu, tentu saja karena keberanian mereka masing-masing, mereka pun
bertempur habis-habisan, hingga selama lima belas hari tanpa berhenti. Ketika itu
Rustam mulai kehabisan tenaga, dan dengan cara yang licik berhasil membuat putranya
tersandung dan terjatuh.
Seketika,
saat putra yang tak dikenalinya itu tersungkur, dengan sekuat tenaga dan gengan
segera kesempatan baik itu tidak di sia-siakan oleh Rustam. Saat itu, Rustam
menikam Sohrab tepat di dadanya. Sohrab menjerit, sembari berkata lantang, ”Hai
orang malang! Berhati-hatilah terhadap balas dendam Rustam, ayahku. Untuk
perbauatn keji ini, dia pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal kepadamu.”
Syahdan, bagai petir keras menyambar dada Rustam, Rustam pun terhuyung-huyung ketika mengenali jimat yang ada di lengan kanan Sohrab, jimat yang dulu ia berikan kepada istrinya agar dikenakan ke tangan kanan anaknya itu. Seketika itulah, tubuh Rustam pun menggigil bisu, mendekap Sohrab dan mencium dahinya, ”Anakku... anakku. Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan?”
Namun, luka yang diderita putranya tersebut sangat mematikan, dan secepat kilat Rustam pun menunggangi kudanya, menuju Sang Raja, satu-satunya orang yang mempunyai obat penyembuh untuk luka yang mematikan itu. Tetapi, Sang Raja yang telah mendengar kehebatan Sohrab menolak permintaan Rustam.
Syahdan, bagai petir keras menyambar dada Rustam, Rustam pun terhuyung-huyung ketika mengenali jimat yang ada di lengan kanan Sohrab, jimat yang dulu ia berikan kepada istrinya agar dikenakan ke tangan kanan anaknya itu. Seketika itulah, tubuh Rustam pun menggigil bisu, mendekap Sohrab dan mencium dahinya, ”Anakku... anakku. Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan?”
Namun, luka yang diderita putranya tersebut sangat mematikan, dan secepat kilat Rustam pun menunggangi kudanya, menuju Sang Raja, satu-satunya orang yang mempunyai obat penyembuh untuk luka yang mematikan itu. Tetapi, Sang Raja yang telah mendengar kehebatan Sohrab menolak permintaan Rustam.
Ketika
itu, bagaikan pengemis, Rustam, sang ayah yang malang itu, mengiba menjatuhkan
diri di kaki Sang Raja, sambil meyakinkan Raja bila kelak anaknya sembuh,
anaknya akan menggantikan dirinya dan lebih berhasil dalam misi menaklukan
dunia. Celakanya, Sang Raja tetap bergeming. Dan, Sohrab, sang anak yang
dilahirkan hanya untuk meninggal di tangan ayahnya sendiri itu, akhirnya
menghembuskan nafas terakhirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar