Label

Minggu, 25 Mei 2014

Tragedi dari Persia, Rustam dan Sohrab


“Kisah ini menginspirasi Ivan Turgenev ketika menulis novel Father and Sons, dan juga Orhan Pamuk dalam novel Snow-nya, yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia itu. Berikut kisah singkatnya”

Tersebutlah seorang pahlawan besar Persia bernama Rustam dan Sohrab. Mereka adalah ayah dan anak, namun mereka tidak pernah bertatap muka sampai suatu hari mereka harus beradu pedang, berjuang mati-matian di area pertempuran sebagai dua komandan dari dua pasukan yang saling bermusuhan.

Cerita ini dimulai saat Rustam harus meninggalkan rumah beberapa saat setelah kelahiran putranya, Sohrab, untuk pergi mengemban tugas sebagai komandan dari sang Kaisar Persia. Tugas itu adalah menaklukan dunia. Sebelum meninggalkan kedua orang yang dicintainya itu, Rustam memberikan jimat kepada isterinya, dan berpesan agar jimat itu diikatkan di tangan kanan anaknya, yang dengan jimat dan “petanda” tersebut dia akan mengenali anaknya bila suatu saat bertemu.

Sejak usia belia putra komandan Persia ini menggabungkan dirinya dengan pasukan Yunani, entah karena bakat turunan atau karena faktor lainnya, dan begitulah karir Sohrab dalam ketentaraan melejit bagaikan rising star yang tak pernah diduga. Kemampuan dan kekuatannya menghantarkan dirinya menjadi komandan pasukan Yunani dalam waktu singkat.

Ketika suatu hari  kedua imperium tersebut bertemu di medan pertempuran, berjumpalah sang anak dan sang ayah yang telah berpisah sangat lama tersebut, dan karenanya mereka pun tidak saling mengenali satu sama lain.

Di medan laga itu, tentu saja karena keberanian mereka masing-masing, mereka pun bertempur habis-habisan, hingga selama lima belas hari tanpa berhenti. Ketika itu Rustam mulai kehabisan tenaga, dan dengan cara yang licik berhasil membuat putranya tersandung dan terjatuh.

Seketika, saat putra yang tak dikenalinya itu tersungkur, dengan sekuat tenaga dan gengan segera kesempatan baik itu tidak di sia-siakan oleh Rustam. Saat itu, Rustam menikam Sohrab tepat di dadanya. Sohrab menjerit, sembari berkata lantang, ”Hai orang malang! Berhati-hatilah terhadap balas dendam Rustam, ayahku. Untuk perbauatn keji ini, dia pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal kepadamu.”

Syahdan, bagai petir keras menyambar dada Rustam, Rustam pun terhuyung-huyung ketika mengenali jimat yang ada di lengan kanan Sohrab, jimat yang dulu ia berikan kepada istrinya agar dikenakan ke tangan kanan anaknya itu. Seketika itulah, tubuh Rustam pun menggigil bisu, mendekap Sohrab dan mencium dahinya, ”Anakku... anakku. Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukan?”

Namun, luka yang diderita putranya tersebut sangat mematikan, dan secepat kilat Rustam pun menunggangi kudanya, menuju Sang Raja, satu-satunya orang yang mempunyai obat penyembuh untuk luka yang mematikan itu. Tetapi, Sang Raja yang telah mendengar kehebatan Sohrab menolak  permintaan Rustam.

Ketika itu, bagaikan pengemis, Rustam, sang ayah yang malang itu, mengiba menjatuhkan diri di kaki Sang Raja, sambil meyakinkan Raja bila kelak anaknya sembuh, anaknya akan menggantikan dirinya dan lebih berhasil dalam misi menaklukan dunia. Celakanya, Sang Raja tetap bergeming. Dan, Sohrab, sang anak yang dilahirkan hanya untuk meninggal di tangan ayahnya sendiri itu, akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar