Label

Minggu, 03 April 2016

Kiat Menulis Puisi Menurut Rilke


oleh Gary Gulaiman (penyuka sambal, ikan asin, dan sayur asam)

Seorang pencipta harus bisa menciptakan dunianya sendiri dan mencari semua yang dia butuhkan dari dalam dirinya, serta bersandar hanya pada Alam”….Seni adalah hal yang misterius, namun berbeda dengan hal-hal duniawi, ia terus hidup dan bertahan sepanjang masa”

Dalam paper ini saya sengaja memilih saran dari penyair besar Jerman, Rainer Maria Rilke, tentang bagaimana menulis puisi dan menjadi seorang penyair yang sungguh-sungguh dan ikhlas. Salah-satu sarannya yang paling terkenal dan diakui para penulis dan kritikus dunia adalah surat-surat balasannya yang ia kirimkan kepada Franz Kappus, seorang pemuda berusia 19 tahun yang tengah bingung antara memasuki dunia militer atau menjadi penulis, tepatnya menjadi penyair. Dari sekian-sekian surat-surat balasan Rilke yang ditujukan sebagai balasan atas surat-surat pertanyaan Franz Kappus itu, yang paling terkenal adalah Surat Pertama Rilke kepadanya. Dalam tulisan ini saya mengambil terjemahan suratnya tersebut dari web dan laman Fiksi Lotus.
           
Surat Rainer Maria Rilke ini merupakan surat pertama dari kompilasi sepuluh surat yang ditulis kepada seorang calon penyair muda bernama FRANZ KAPPUS yang berusia 19 tahun dan bingung memilih antara karir sebagai anggota militer atau penulis.

Saat itu Kappus memutuskan untuk mengirimkan puisi-puisinya kepada seorang penyair ternama berusia 27 tahun. Tak disangka, gayung pun bersambut. Diterbitkan dalam format buku pada tahun 1929, tiga tahun setelah kematian Rainer Maria Rilke, rangkaian surat tersebut ditulis dalam periode 6 tahun (1902-1908). Buku ini dianggap sebagai “panduan bagi penulis” oleh kalangan sastrawan dan penikmat sastra dunia, karena kualitas nasihat yang sifatnya sangat mendalam.

Paris, 17 Februari 1903

My dear sir,

Surat yang Anda kirim baru tiba di tangan saya beberapa hari lalu. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang Anda berikan kepada saya lewat surat tersebut. Rasanya sulit bagi saya untuk membalas lebih daripada itu.

Saya tidak bisa mengomentari karya Anda; karena saya bukan orang yang suka mengkritik karya orang lain. Bagi saya, kritikan terhadap karya seni adalah bentuk apresiasi yang paling kerdil: karena lumrahnya kritikan selalu melahirkan kesalah-pahaman. Tidak semua hal di dunia ini dapat kita mengerti atau sampaikan dengan baik, terlepas dari apa yang dikatakan orang selama ini. Sebagian besar hal penting di dunia ini juga sangat sulit untuk dijelaskan, dan di atas semua itu karya seni adalah hal yang paling sulit untuk dimengerti.

Seni adalah hal yang misterius, namun berbeda dengan hal-hal duniawi, ia terus hidup dan bertahan sepanjang masa.

Setelah menyampaikan pembukaan, sekarang ijinkanlah saya untuk mengatakan bahwa bait-bait puisi yang Anda kirimkan tidak memiliki kepribadian, meskipun saya melihat adanya sebuah awal yang cukup menjanjikan. Sesuatu yang sifatnya sangat personal. Saya sangat merasakan ini terutama di puisi terakhir, “My Soul.” Dalam bait-bait yang Anda tulis, saya merasakan ada sesuatu dalam diri Anda yang ingin Anda tunjukkan lewat kata dan nada. Lantas  dalam puisi yang bertajuk, “To Leopardi” saya melihat adanya rasa kagum yang ingin Anda haturkan bagi sang penyair kenamaan, Giacomo Leopardi. Beliau dikenal sebagai seorang penyendiri semasa hidupnya.

Meski begitu, puisi-puisi yang Anda kirimkan masih belum bisa berdiri sendiri, belum mandiri, termasuk puisi yang Anda dedikasikan untuk Leopardi. Surat yang Anda tulis juga menandakan kelemahan-kelemahan yang sama seperti yang saya temukan dalam bait-bait puisi yang Anda susun.

Anda tanya apakah menurut saya puisi-puisi Anda bagus. Anda bertanya pada saya. Anda pasti sudah pernah menanyakan hal yang sama kepada orang lain. Anda mengirimkan bait-bait ini ke berbagai majalah dan berharap mereka bisa diterbitkan. Anda membandingkan bait-bait ini dengan bait-bait karya orang lain; dan Anda merasa terganggu saat ada seorang editor yang menolak karya Anda. Sekarang (karena Anda telah meminta nasihat saya) saya minta Anda untuk menghentikan semua itu.

Selama ini Anda hanya melihat keluar, dan pada saat ini hal itu adalah satu-satunya yang mengganggu kreativitas Anda.

Tidak ada orang yang bisa menasihati Anda atau membantu Anda untuk menjadi penulis yang lebih baik—tidak seorangpun. Hanya ada satu cara bagi Anda untuk melakukannya: Anda harus melihat ke dalam diri Anda sendiri. Carilah alasan kenapa Anda ingin menulis; rasakan apakah alasan itu telah menanamkan akarnya jauh ke dalam diri Anda, hati Anda, hingga Anda lebih baik mati daripada diharuskan berhenti menulis. Di atas semua itu, Anda perlu memberanikan diri untuk bertanya kepada diri Anda sendiri: haruskah Anda menulis? Carilah jawabannya di dalam diri Anda.

Jika jawaban dari pertanyaan itu sifatnya positif; atau bila Anda menjawab pertanyaan itu dengan lugas dan sederhana: “Saya harus menulis,” maka saya sarankan bagi Anda untuk mulai membangun hidup Anda sesuai dengan jawaban tersebut. Setiap momen dalam hidup Anda harus Anda dedikasikan untuk menulis. Ini adalah kesaksian Anda.

Setelah itu, dekatkan diri Anda kepada Alam. Lalu cobalah, seperti orang yang baru lahir, untuk menggambarkan semua yang Anda lihat, dengar, alami, cintai dan rindukan. Jangan menulis bait-bait puisi cinta; hindarilah bentuk-bentuk tulisan yang generik dan ‘cetek’: karena tulisan macam ini sangat sulit untuk dilakukan dengan sempurna. Dibutuhkan kemampuan yang sangat hebat dan dewasa bagi seorang penulis untuk menguasai tulisan seperti itu, karena sudah terlalu banyak yang melakukannya.

Oleh sebab itu, hindarilah tema-tema generik dan cari tema yang berasal dari kehidupan sehari-hari Anda: jabarkan kesedihan Anda dan hasrat dalam hidup Anda. Jabarkan pikiran yang melintas di kepala Anda dan apa-apa saja yang menurut Anda indah. Jabarkan semua itu dengan penuh kasih sayang, dengan kesungguhan, dengan ketulusan dan kerendahan hati—dan selalu gunakan hal-hal yang ada di sekeliling Anda untuk berekspresi dalam tulisan. Gunakan imaji-imaji dari mimpi Anda, serta obyek-obyek dari memori Anda.

Jika keseharian Anda tampak membosankan, jangan salahkan keadaan, tapi salahkan diri Anda sendiri. Itu artinya Anda tidak memiliki kemampuan berseni yang cukup untuk menguak kekayaan dari kehidupan yang terkesan monoton; karena bagi seorang pencipta, tak ada kata bosan ataupun monoton.

Bahkan jika Anda sedang mendekam di dalam sel penjara, dikekang oleh empat tembok tebal, masih ada yang dapat Anda tulis—bukankah Anda masih memiliki kenangan masa kecil Anda? Memori yang diisi dengan segala hal unik dan menarik? Alihkan perhatian Anda ke sana. Angkat semua kesan yang Anda sematkan dalam masa lalu Anda; maka dengan begitu kepribadian Anda juga akan semakin kokoh, Anda akan tenggelam dalam kesunyian dan masa lalu Anda akan kembali—menelan suara-suara lain yang ada di sekitar Anda.

Dari perjalanan ini, melihat ke dalam diri Anda sendiri, menyerap semua sensori yang ada di masa lalu Anda—bait-bait itu akan datang dengan sendirinya. Kalau sudah begitu, Anda takkan repot-repot bertanya kepada orang lain apakah bait-bait itu bagus atau tidak. Anda juga takkan perduli apakah para editor tertarik atau tidak terhadap karya Anda: karena di dalam karya itu Anda akan melihat jati diri Anda, sebuah fragmen dan suara dari kehidupan Anda sendiri.

Suatu karya seni dianggap bagus jika datangnya dari sebuah kebutuhan. Oleh sebab itu, orang akan selalu berusaha menghakimi penciptanya. Tak ada cara lain untuk memahami suatu karya seni.

Karena itu, my dear sir, saya tidak punya nasihat lain untuk Anda, kecuali ini: lihatlah ke dalam diri Anda sendiri dan uji kedalaman hati Anda—jelajahi seluk-beluk kehidupan Anda, dan di tengah semua itu, Anda akan menemukan jawaban dari pertanyaan yang perlu Anda lontarkan: haruskah Anda menulis?

Setelah Anda menemukan jawabannya, terimalah dengan tangan terbuka. Jangan mempertanyakan jawaban itu sendiri. Mungkin Anda memang sudah ditakdirkan untuk menjadi seorang penyair. Maka terimalah takdir Anda dengan keberanian—pikul bebannya, dan rayakan kebesarannya…namun jangan pernah bertanya apa timbal baliknya dari orang lain.

Seorang pencipta harus bisa menciptakan dunianya sendiri dan mencari semua yang dia butuhkan dari dalam dirinya, serta bersandar hanya pada Alam.

Namun ada juga kemungkinan bahwa setelah Anda melakukan perjalanan ke dalam diri Anda sendiri, Anda akan mendapati bahwa Anda tidak mau jadi seorang penyair (seperti yang sebelumnya saya katakan, jika Anda bisa hidup tanpa menulis, maka jangan coba-coba untuk jadi penulis). Meski begitu, saya berjanji bahwa perjalanan pencarian jati diri yang saya sarankan takkan sia-sia—apapun hasilnya. Anda akan menemukan jalan hidup Anda—dan saya harap jalan itu membawa Anda pada kemakmuran dan kesejahteraan.

Apa lagi yang bisa saya katakan kepada Anda? Menurut saya semua yang penting telah saya utarakan dalam surat ini. Lagipula saya hanya ingin menasihati Anda agar terus mengembangkan diri Anda tanpa ada campur tangan orang lain. Tidak ada hal lain di dunia ini yang bisa mengganggu proses tersebut kecuali keinginan Anda untuk mendapatkan persetujuan orang lain.

Anda jangan sekali-sekali mengharapkan orang lain untuk menjawab pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh diri Anda sendiri. Carilah waktu yang tepat, yang sunyi, di mana Anda bisa berpikir jernih.

Adalah suatu kehormatan bagi saya untuk mengetahui bahwa Anda mengenal Profesor Horaček; saya sangat mengagumi beliau dan selalu mensyukuri kehadiran beliau dalam hidup saya. Jika Anda bertemu dengan beliau, tolong sampaikan rasa hormat saya. Selain itu, saya juga sangat tersanjung beliau masih mengingat saya—saya sungguh menghargai itu.

Bersama dengan surat ini, saya mengembalikan puisi-puisi yang Anda lampirkan sebelumnya. Terima kasih atas kepercayaan Anda terhadap saya; dan saya berharap bahwa lewat surat balasan ini, Anda juga merasakan kepercayaan yang sama dari saya. Saya harap surat ini dapat menjadi awal suatu pertemanan.

Yours faithfully and with all sympathy,
Rainer Maria Rilke (Sumber: Fiksi Lotus).

Jika kita baca secara cermat surat Rainer Maria Rilke tersebut, ada sejumlah saran dan kiat bagus bagaimana seseorang “menulis” dan “menjadi penulis”, selain pandangannya tentang seni dan puisi itu sendiri, yang dalam tulisan ini akan coba saya kemukakan kembali.

Pertama, Rilke menulis: “Seni adalah hal yang misterius, namun berbeda dengan hal-hal duniawi, ia terus hidup dan bertahan sepanjang masa”. Pernyataan Rilke tersebut merupakan pandangannya tentang seni (puisi) sebagai sesuatu yang luhur, ideal, sekaligus bersifat spiritual. Pendapatnya tersebut dapat dijadikan sebagai tolok ukur Rilke sendiri dalam memandang apa itu puisi dan menulis.

Kedua, Rilke menulis: “Tidak ada orang yang bisa menasihati Anda atau membantu Anda untuk menjadi penulis yang lebih baik—tidak seorangpun. Hanya ada satu cara bagi Anda untuk melakukannya: Anda harus melihat ke dalam diri Anda sendiri. Carilah alasan kenapa Anda ingin menulis; rasakan apakah alasan itu telah menanamkan akarnya jauh ke dalam diri Anda, hati Anda, hingga Anda lebih baik mati daripada diharuskan berhenti menulis. Di atas semua itu, Anda perlu memberanikan diri untuk bertanya kepada diri Anda sendiri: haruskah Anda menulis? Carilah jawabannya di dalam diri Anda”.

Di sini, menurut Rilke, ladang inspirasi dan pijakan menulis adalah diri kita sendiri. Kita sendiri, dengan rasa dan pikiran kita, yang harus menggali bahan-bahan dan aspek kebahasaan serta keindahan yang dibutuhkan ketika kita ingin menulis puisi.

Ketiga, Rilke menulis: “Hindarilah bentuk-bentuk tulisan yang generik dan ‘cetek’: karena tulisan macam ini sangat sulit untuk dilakukan dengan sempurna…… hindarilah tema-tema generik dan cari tema yang berasal dari kehidupan sehari-hari Anda: jabarkan kesedihan Anda dan hasrat dalam hidup Anda. Jabarkan pikiran yang melintas di kepala Anda dan apa-apa saja yang menurut Anda indah. Jabarkan semua itu dengan penuh kasih sayang, dengan kesungguhan, dengan ketulusan dan kerendahan hati—dan selalu gunakan hal-hal yang ada di sekeliling Anda untuk berekspresi dalam tulisan. Gunakan imaji-imaji dari mimpi Anda, serta obyek-obyek dari memori Anda”.

Sebagaimana diketahui, karena puisi bukanlah sosiologi, maka sebuah puisi menjadi layaknya sebuah puisi justru karena keunikannya dan ketidakumumannya alias tidak commonsense. Puisi bukanlah ikhtiar untuk menemukan objektivitas, tetapi menawarkan wawasan alternatif dan sudut pandang lain yang tidak dipikirkan dan tidak dikemukakan banyak orang pada umumnya. 

Keempat, Rilke menulis: “Lihatlah ke dalam diri Anda sendiri dan uji kedalaman hati Anda—jelajahi seluk-beluk kehidupan Anda, dan di tengah semua itu…Seorang pencipta harus bisa menciptakan dunianya sendiri dan mencari semua yang dia butuhkan dari dalam dirinya, serta bersandar hanya pada Alam”.

Di sini, inspirasi dan ladang material dan referensial adalah diri kita sendiri, pikiran kita sendiri, kehidupan kita sendiri, lingkungan kita sendiri, dan tentu saja pengalaman kita sendiri.

Dan Kelima, Rilke menulis: “Anda jangan sekali-sekali mengharapkan orang lain untuk menjawab pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh diri Anda sendiri. Carilah waktu yang tepat, yang sunyi, di mana Anda bisa berpikir jernih”. Dengan kata lain, luangkan waktu yang sifatnya privasi bagi Anda ketika ingin menulis, di mana Anda merasakan keintiman dan kenyamanan dengan diri Anda sendiri karenanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar