oleh Gary
Gulaiman (penyuka
sambal, ikan asin, dan sayur asam)
“Seorang
pencipta harus bisa menciptakan dunianya sendiri dan mencari semua yang dia
butuhkan dari dalam dirinya, serta bersandar hanya pada Alam”…. “Seni
adalah hal yang misterius, namun berbeda dengan hal-hal duniawi, ia terus hidup
dan bertahan sepanjang masa”
Dalam paper ini saya sengaja memilih saran
dari penyair besar Jerman, Rainer Maria Rilke, tentang bagaimana menulis puisi
dan menjadi seorang penyair yang sungguh-sungguh dan ikhlas. Salah-satu sarannya
yang paling terkenal dan diakui para penulis dan kritikus dunia adalah
surat-surat balasannya yang ia kirimkan kepada Franz Kappus, seorang pemuda
berusia 19 tahun yang tengah bingung antara memasuki dunia militer atau menjadi
penulis, tepatnya menjadi penyair. Dari sekian-sekian surat-surat balasan Rilke
yang ditujukan sebagai balasan atas surat-surat pertanyaan Franz Kappus itu,
yang paling terkenal adalah Surat Pertama Rilke kepadanya. Dalam tulisan ini
saya mengambil terjemahan suratnya tersebut dari web dan laman Fiksi Lotus.
Surat Rainer Maria Rilke ini merupakan surat
pertama dari kompilasi sepuluh surat yang ditulis kepada seorang calon penyair
muda bernama FRANZ KAPPUS yang
berusia 19 tahun dan bingung memilih antara karir sebagai anggota militer atau
penulis.
Saat itu Kappus memutuskan untuk mengirimkan
puisi-puisinya kepada seorang penyair ternama berusia 27 tahun. Tak disangka,
gayung pun bersambut. Diterbitkan dalam format buku pada tahun 1929, tiga tahun
setelah kematian Rainer Maria Rilke, rangkaian surat tersebut ditulis dalam
periode 6 tahun (1902-1908). Buku ini dianggap sebagai “panduan bagi penulis”
oleh kalangan sastrawan dan penikmat sastra dunia, karena kualitas nasihat yang
sifatnya sangat mendalam.
Paris, 17 Februari 1903
My dear sir,
Surat yang Anda kirim baru tiba di tangan saya
beberapa hari lalu. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang
Anda berikan kepada saya lewat surat tersebut. Rasanya sulit bagi saya untuk
membalas lebih daripada itu.
Saya tidak bisa mengomentari karya Anda;
karena saya bukan orang yang suka mengkritik karya orang lain. Bagi saya,
kritikan terhadap karya seni adalah bentuk apresiasi yang paling kerdil: karena
lumrahnya kritikan selalu melahirkan kesalah-pahaman. Tidak semua hal di dunia
ini dapat kita mengerti atau sampaikan dengan baik, terlepas dari apa yang
dikatakan orang selama ini. Sebagian besar hal penting di dunia ini juga sangat
sulit untuk dijelaskan, dan di atas semua itu karya seni adalah hal yang paling
sulit untuk dimengerti.
Seni
adalah hal yang misterius, namun berbeda dengan hal-hal duniawi, ia terus hidup
dan bertahan sepanjang masa.
Setelah menyampaikan pembukaan, sekarang
ijinkanlah saya untuk mengatakan bahwa bait-bait puisi yang Anda kirimkan tidak
memiliki kepribadian, meskipun saya melihat adanya sebuah awal yang cukup
menjanjikan. Sesuatu yang sifatnya sangat personal. Saya sangat merasakan ini
terutama di puisi terakhir, “My Soul.” Dalam bait-bait yang Anda tulis,
saya merasakan ada sesuatu dalam diri Anda yang ingin Anda tunjukkan lewat kata
dan nada. Lantas dalam puisi yang bertajuk, “To Leopardi” saya
melihat adanya rasa kagum yang ingin Anda haturkan bagi sang penyair kenamaan,
Giacomo Leopardi. Beliau dikenal sebagai seorang penyendiri semasa hidupnya.
Meski begitu, puisi-puisi yang Anda kirimkan
masih belum bisa berdiri sendiri, belum mandiri, termasuk puisi yang Anda
dedikasikan untuk Leopardi. Surat yang Anda tulis juga menandakan
kelemahan-kelemahan yang sama seperti yang saya temukan dalam bait-bait puisi
yang Anda susun.
Anda tanya apakah menurut saya puisi-puisi
Anda bagus. Anda bertanya pada saya. Anda pasti sudah pernah menanyakan hal
yang sama kepada orang lain. Anda mengirimkan bait-bait ini ke berbagai majalah
dan berharap mereka bisa diterbitkan. Anda membandingkan bait-bait ini dengan
bait-bait karya orang lain; dan Anda merasa terganggu saat ada seorang editor
yang menolak karya Anda. Sekarang (karena Anda telah meminta nasihat saya) saya
minta Anda untuk menghentikan semua itu.
Selama ini Anda hanya melihat keluar, dan pada
saat ini hal itu adalah satu-satunya yang mengganggu kreativitas Anda.
Tidak
ada orang yang bisa menasihati Anda atau membantu Anda untuk menjadi penulis
yang lebih baik—tidak seorangpun. Hanya ada satu cara bagi Anda untuk
melakukannya: Anda harus melihat ke dalam diri Anda sendiri. Carilah alasan
kenapa Anda ingin menulis; rasakan apakah alasan itu telah menanamkan akarnya
jauh ke dalam diri Anda, hati Anda, hingga Anda lebih baik mati daripada
diharuskan berhenti menulis. Di atas semua itu, Anda perlu memberanikan diri
untuk bertanya kepada diri Anda sendiri: haruskah
Anda menulis? Carilah jawabannya di dalam diri Anda.
Jika jawaban dari pertanyaan itu sifatnya
positif; atau bila Anda menjawab pertanyaan itu dengan lugas dan sederhana:
“Saya harus menulis,” maka saya sarankan bagi Anda untuk mulai membangun
hidup Anda sesuai dengan jawaban tersebut. Setiap momen dalam hidup Anda harus
Anda dedikasikan untuk menulis. Ini adalah kesaksian Anda.
Setelah itu, dekatkan diri Anda kepada Alam.
Lalu cobalah, seperti orang yang baru lahir, untuk menggambarkan semua yang
Anda lihat, dengar, alami, cintai dan rindukan. Jangan menulis bait-bait puisi
cinta; hindarilah bentuk-bentuk tulisan
yang generik dan ‘cetek’: karena tulisan macam ini sangat sulit untuk dilakukan
dengan sempurna. Dibutuhkan kemampuan yang sangat hebat dan dewasa bagi
seorang penulis untuk menguasai tulisan seperti itu, karena sudah terlalu
banyak yang melakukannya.
Oleh sebab itu, hindarilah tema-tema generik dan cari tema yang berasal dari kehidupan
sehari-hari Anda: jabarkan kesedihan Anda dan hasrat dalam hidup Anda. Jabarkan
pikiran yang melintas di kepala Anda dan apa-apa saja yang menurut Anda indah.
Jabarkan semua itu dengan penuh kasih sayang, dengan kesungguhan, dengan
ketulusan dan kerendahan hati—dan selalu
gunakan hal-hal yang ada di sekeliling Anda untuk berekspresi dalam tulisan.
Gunakan imaji-imaji dari mimpi Anda, serta obyek-obyek dari memori Anda.
Jika keseharian Anda tampak membosankan,
jangan salahkan keadaan, tapi salahkan diri Anda sendiri. Itu artinya Anda
tidak memiliki kemampuan berseni yang cukup untuk menguak kekayaan dari
kehidupan yang terkesan monoton; karena bagi seorang pencipta, tak ada kata
bosan ataupun monoton.
Bahkan jika Anda sedang mendekam di dalam sel
penjara, dikekang oleh empat tembok tebal, masih ada yang dapat Anda
tulis—bukankah Anda masih memiliki kenangan masa kecil Anda? Memori yang diisi
dengan segala hal unik dan menarik? Alihkan perhatian Anda ke sana. Angkat
semua kesan yang Anda sematkan dalam masa lalu Anda; maka dengan begitu
kepribadian Anda juga akan semakin kokoh, Anda akan tenggelam dalam kesunyian
dan masa lalu Anda akan kembali—menelan suara-suara lain yang ada di sekitar
Anda.
Dari perjalanan ini, melihat ke dalam diri
Anda sendiri, menyerap semua sensori yang ada di masa lalu Anda—bait-bait itu
akan datang dengan sendirinya. Kalau sudah begitu, Anda takkan repot-repot
bertanya kepada orang lain apakah bait-bait itu bagus atau tidak. Anda juga
takkan perduli apakah para editor tertarik atau tidak terhadap karya Anda:
karena di dalam karya itu Anda akan melihat jati diri Anda, sebuah fragmen dan
suara dari kehidupan Anda sendiri.
Suatu karya seni dianggap bagus jika datangnya
dari sebuah kebutuhan. Oleh sebab itu, orang akan selalu berusaha menghakimi
penciptanya. Tak ada cara lain untuk memahami suatu karya seni.
Karena itu, my dear sir, saya tidak
punya nasihat lain untuk Anda, kecuali ini: lihatlah
ke dalam diri Anda sendiri dan uji kedalaman hati Anda—jelajahi seluk-beluk
kehidupan Anda, dan di tengah semua itu, Anda akan menemukan jawaban dari
pertanyaan yang perlu Anda lontarkan: haruskah Anda menulis?
Setelah Anda menemukan jawabannya, terimalah
dengan tangan terbuka. Jangan mempertanyakan jawaban itu sendiri. Mungkin Anda
memang sudah ditakdirkan untuk menjadi seorang penyair. Maka terimalah takdir
Anda dengan keberanian—pikul bebannya, dan rayakan kebesarannya…namun jangan
pernah bertanya apa timbal baliknya dari orang lain.
Seorang
pencipta harus bisa menciptakan dunianya sendiri dan mencari semua yang dia
butuhkan dari dalam dirinya, serta bersandar hanya pada Alam.
Namun ada juga kemungkinan bahwa setelah Anda
melakukan perjalanan ke dalam diri Anda sendiri, Anda akan mendapati bahwa Anda
tidak mau jadi seorang penyair (seperti yang sebelumnya saya katakan, jika Anda
bisa hidup tanpa menulis, maka jangan coba-coba untuk jadi penulis). Meski
begitu, saya berjanji bahwa perjalanan pencarian jati diri yang saya sarankan
takkan sia-sia—apapun hasilnya. Anda akan menemukan jalan hidup Anda—dan saya
harap jalan itu membawa Anda pada kemakmuran dan kesejahteraan.
Apa lagi yang bisa saya katakan kepada Anda?
Menurut saya semua yang penting telah saya utarakan dalam surat ini. Lagipula
saya hanya ingin menasihati Anda agar terus mengembangkan diri Anda tanpa ada
campur tangan orang lain. Tidak ada hal lain di dunia ini yang bisa mengganggu
proses tersebut kecuali keinginan Anda untuk mendapatkan persetujuan orang
lain.
Anda
jangan sekali-sekali mengharapkan orang lain untuk menjawab pertanyaan yang
hanya bisa dijawab oleh diri Anda sendiri. Carilah waktu yang tepat, yang
sunyi, di mana Anda bisa berpikir jernih.
Adalah suatu kehormatan bagi saya untuk
mengetahui bahwa Anda mengenal Profesor Horaček; saya sangat mengagumi beliau
dan selalu mensyukuri kehadiran beliau dalam hidup saya. Jika Anda bertemu
dengan beliau, tolong sampaikan rasa hormat saya. Selain itu, saya juga sangat
tersanjung beliau masih mengingat saya—saya sungguh menghargai itu.
Bersama dengan surat ini, saya mengembalikan
puisi-puisi yang Anda lampirkan sebelumnya. Terima kasih atas kepercayaan Anda
terhadap saya; dan saya berharap bahwa lewat surat balasan ini, Anda juga
merasakan kepercayaan yang sama dari saya. Saya harap surat ini dapat menjadi
awal suatu pertemanan.
Yours faithfully and with all sympathy,
Rainer Maria Rilke (Sumber: Fiksi Lotus).
Jika kita baca
secara cermat surat Rainer Maria Rilke tersebut, ada sejumlah saran dan kiat
bagus bagaimana seseorang “menulis” dan “menjadi penulis”, selain pandangannya
tentang seni dan puisi itu sendiri, yang dalam tulisan ini akan coba saya
kemukakan kembali.
Pertama, Rilke menulis: “Seni
adalah hal yang misterius, namun berbeda dengan hal-hal duniawi, ia terus hidup
dan bertahan sepanjang masa”. Pernyataan
Rilke tersebut merupakan pandangannya tentang seni (puisi) sebagai sesuatu yang
luhur, ideal, sekaligus bersifat spiritual. Pendapatnya tersebut dapat
dijadikan sebagai tolok ukur Rilke sendiri dalam memandang apa itu puisi dan
menulis.
Kedua,
Rilke menulis: “Tidak ada orang yang bisa
menasihati Anda atau membantu Anda untuk menjadi penulis yang lebih baik—tidak
seorangpun. Hanya ada satu cara bagi Anda untuk melakukannya: Anda harus
melihat ke dalam diri Anda sendiri. Carilah alasan kenapa Anda ingin menulis;
rasakan apakah alasan itu telah menanamkan akarnya jauh ke dalam diri Anda,
hati Anda, hingga Anda lebih baik mati daripada diharuskan berhenti menulis. Di
atas semua itu, Anda perlu memberanikan diri untuk bertanya kepada diri Anda
sendiri: haruskah Anda menulis?
Carilah jawabannya di dalam diri Anda”.
Di sini, menurut Rilke, ladang inspirasi dan
pijakan menulis adalah diri kita sendiri. Kita sendiri, dengan rasa dan pikiran
kita, yang harus menggali bahan-bahan dan aspek kebahasaan serta keindahan yang
dibutuhkan ketika kita ingin menulis puisi.
Ketiga,
Rilke menulis: “Hindarilah bentuk-bentuk
tulisan yang generik dan ‘cetek’: karena tulisan macam ini sangat sulit untuk
dilakukan dengan sempurna……
hindarilah tema-tema generik dan cari tema yang berasal dari kehidupan
sehari-hari Anda: jabarkan kesedihan Anda dan hasrat dalam hidup Anda. Jabarkan
pikiran yang melintas di kepala Anda dan apa-apa saja yang menurut Anda indah.
Jabarkan semua itu dengan penuh kasih sayang, dengan kesungguhan, dengan
ketulusan dan kerendahan hati—dan selalu
gunakan hal-hal yang ada di sekeliling Anda untuk berekspresi dalam tulisan.
Gunakan imaji-imaji dari mimpi Anda, serta obyek-obyek dari memori Anda”.
Sebagaimana diketahui, karena puisi bukanlah
sosiologi, maka sebuah puisi menjadi layaknya sebuah puisi justru karena
keunikannya dan ketidakumumannya alias tidak commonsense. Puisi bukanlah
ikhtiar untuk menemukan objektivitas, tetapi menawarkan wawasan alternatif dan
sudut pandang lain yang tidak dipikirkan dan tidak dikemukakan banyak orang
pada umumnya.
Keempat,
Rilke menulis: “Lihatlah ke dalam diri
Anda sendiri dan uji kedalaman hati Anda—jelajahi seluk-beluk kehidupan Anda,
dan di tengah semua itu…Seorang pencipta harus bisa menciptakan dunianya
sendiri dan mencari semua yang dia butuhkan dari dalam dirinya, serta bersandar
hanya pada Alam”.
Di sini, inspirasi dan ladang material dan
referensial adalah diri kita sendiri, pikiran kita sendiri, kehidupan kita
sendiri, lingkungan kita sendiri, dan tentu saja pengalaman kita sendiri.
Dan Kelima,
Rilke menulis: “Anda jangan sekali-sekali
mengharapkan orang lain untuk menjawab pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh
diri Anda sendiri. Carilah waktu yang tepat, yang sunyi, di mana Anda bisa
berpikir jernih”. Dengan kata lain, luangkan waktu yang sifatnya privasi
bagi Anda ketika ingin menulis, di mana Anda merasakan keintiman dan kenyamanan
dengan diri Anda sendiri karenanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar