Label

Rabu, 03 Juni 2015

Jejak Sastra Persia-Islam di Benua Eropa


Setiap tanggal 25 Farvardin dalam kalender nasional Iran diperingati sebagai hari untuk mengenang Attar Neishabouri. Farid ud-Din Abu Mohammad bin Abu Bakar Ibrahim bin Ishaq Attar Kadkani Neishabouri adalah penyair dan ahli irfan Iran abad ke-6 dan awal abad ke-7. Dia lahir tahun 537 Hijriyah di desa Kadkan, Neishabour. Penetapan Hari Attar Neishabouri untuk menghormati kedudukannya yang tinggi dan penting dalam literatur syair Persia dan pemikiran-pemikiran irfaninya dalam membentuk irfan Islam Iran.

Attar termasuk salah satu dari tiga sastrawan Persia yang paling terkenal dan bukunya, Mantiq al-Thair (The Speech of the Birds) merupakan salah satu karya sastra terpenting dalam kumpulan sastra dunia. Dia meninggalkan banyak karya dan yang paling terkenal adalah Mantiq al-Thair dan Tadzkirah al-Auliya. Buku Tadzkiran al-Auliya ditulis dengan bahasa yang sederhana, tapi disertai kefasihan bahasa Persia. Karya-karya syair Attar Neishabouri menjadi sumber penting dalam penyusunan Matsnawi Maulawi (Jalaluddin Rumi). Attar meninggal dunia pada tanggal 10 Jumadil Tsani tahun 618 hijriah dalam serangan pasukan Mongol ke wilayah Iran.

Irfan Islami sebagai salah satu disiplin pemikiran Islam selalu menebarkan pengaruhnya terhadap sastra dan budaya Barat. Pada Abad Pertengahan dan pasca Renaissance, dunia Barat mengenal irfan Islami melalui sastra Persia. Sekarang para pemikir dunia – dengan bantuan studi sastra komparatif yang merupakan salah satu dari cabang sastra kritis – mampu mengidentifikasi karya sastra berbagai suku bangsa dan tingkat pengaruh mereka terhadap satu sama lain. Sastra komparatif mengkaji besarnya pengaruh dan refleksi sastra dan budaya sebuah bangsa terhadap sastra bangsa-bangsa lain. Refleksi itu diketahui dari pengaruh para penyair dan penulis sebuah negara terhadap negara-negara lain. Seperti pengaruh Hafiz atas Goethe dan pengaruh Attar atas Victor Hugo.

Pengenalan dunia Barat dengan sastra Persia kembali pada era Perang Salib, akan tetapi menurut para peneliti sastra, revolusi penerjemahan dan pengenalan dengan sastra Timur terjadi pada abad ke-18 Masehi. Pada abad ke-18-19, kebanyakan dari karya sastra besar Persia – terutama karya-karya penyair besar seperti, Saadi, Hafiz, Khayyam, Attar, Nezami, Ferdowsi, Nasir Khosrow, Baba Tahir dan yang lain-lain – mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, khususnya bahasa Perancis, Inggris, dan Jerman. Penerbitan karya-karya tersebut telah membuat bangsa Eropa mengenal sastra Persia yang megah dan telah menyedot perhatian bangsa Eropa terhadap Iran dan sastra Persia.

Menurut pakar ketimuran, legenda dan syair-syair serta kisah-kisah Iran masuk ke tradisi sastra Eropa pada abad pertengahan melalui Spanyol kemudian menjadi bagian dari tradisi sastra Eropa. Setelah itu, muncul kecenderungan tertentu di antara masyarakat Barat kepada wilayah Timur yang penuh dengan rahasia dan menakjubkan. Hal itu tercermin dari cerita-cerita dan dongeng di abad pertengahan Eropa.

Dapat dikatakan bahwa tidak ada negara lain yang mampu menyihir bangsa Eropa selama beberapa abad seperti yang dilakukan oleh Iran. Dibawah pengaruh pemikiran dan sastra Persia, lahir karya-karya di Inggris, Jerman, dan Perancis yang kemudian menjadi peninggalan sastra besar dunia, seperti, West-Eastern Divan karya Goethe, Persian Letters oleh Montesquieu, Artamene ou le Grand Cyrus oleh Madeleine de Scudery, dan Sohrab and Rustum oleh Atthew Arnold, dan lain-lain. Jelas bahwa syair, sastra, dan irfan Iran telah memperkaya dunia sastra Eropa.

Pengaruh sastra Persia dan karya-karya penyair besar Iran telah manjadi bagian inti dari pengaruh Timur terhadap dunia sastra Eropa di Barat. Sebab, beberapa penyair dan penulis Eropa telah menyaksikan kemegahan menara dan kubah-kubah serta keindahan dongeng dan cerita dalam karya-karya sastra Persia tanpa mereka harus melakukan perjalanan ke Iran. Mereka juga memproduksi banyak karya baru dengan mengambil inspirasi dari karya-karya sastra Persia. Dalam bidang itu, Hafiz, Maulawi, Saadi, Attar, dan Sanai, termasuk di antara para ilmuwan dan tokoh Iran yang paling berpengaruh di benua Eropa. Karya legendaris Simorgh Attar bahkan telah melampaui dunia Timur dan meneruskan turnya ke dunia Barat.

Buku The Divine Comedy karya Dante dan Sair-ul' Ibad Il'al Ma'ad karangan Sanai, merupakan dua contoh penting perjalanan spiritual yang menyelami kedalaman jiwa dan dunia setelah kematian. Novel The Divine Comedy adalah sebuah puisi epik yang ditulis oleh Dante Alighieri. Buku ini secara luas dianggap sebagai karya unggulan sastra Italia, dan dipandang sebagai salah satu karya terbesar di sastra dunia. Visi imajinatif dan alegoris The Divine Comedy tentang akhirat adalah puncak dari pandangan dunia abad pertengahan seperti yang berkembang di Gereja Barat. Di permulaan, The Divine Comedy menggambarkan perjalanan Dante melalui neraka (Inferno), api penyucian (Purgatory), dan surga (Paradiso), tetapi pada tingkat yang lebih dalam, itu merupakan kiasan perjalanan jiwa menuju Tuhan.

Buku Divine Comedy menggambarkan perjalanan di alam akhirat. Dante sendiri tampak percaya betul adanya kehidupan sesudah mati, yang keadaannya ditentukan oleh kehidupan sekarang ini. Inferno, yang disusun oleh Dante pada awal 1300-an secara literal mengubah persepsi Abad Pertengahan tentang hukuman akhirat. Dante melukiskan neraka sangat dekat dengan "realitas" yang sesungguhnya, karena berasal dari substansi yang sama dengan jiwa manusia yang penuh nafsu. Menurut seorang orientalis Inggris, Reynold Nicholson, Dante terinspirasi oleh Sanai dan kandungan buku Divine Comedy semakin memperkuat dugaan tersebut.

Beberapa gambaran simbolis Divine Comedy dapat ditemukan dalam karya Mantiq al-Thair Attar. Sastrawan Argentina, Jorge Luis Borges percaya bahwa gambaran simbolis tentang burung elang dalam Divine Comedy mengingatkan kita pada Simorgh dalam karya Attar.

Pada dasarnya, terjemahan karya-karya sastra Persia seperti, Divan Hafiz, Shahnameh Ferdowsi, Gulistan Saadi, dan Rubaiyyat Khayyam di negara-negara Eropa telah memperkaya sastra di dunia Barat. Saint-Beuve setelah menyaksikan Shahnameh, mengatakan, "Jika kita menyadari bahwa karya-karya besar seperti Shahnameh ada di dunia, kita tidak akan menjadi begitu bangga dengan karya kita sendiri dengan cara yang konyol."

Setelah mengenal Hafiz, Goethe malah ingin menjadi salah satu muridnya. Dia berkata, "Wahai Hafiz, kata-kata Anda sama besar seperti keabadian yang tidak memiliki awal dan akhir. Kata-kata Anda seperti kanopi surga, semata-mata tergantung pada dirinya sendiri. Itu semua adalah petunjuk, keindahan, dan keunggulan." Sementara itu, Ernest Renan menulis, "Saadi tidak asing di antara kita. Dia pada kenyataannya adalah salah satu dari kami." Barbier de Minaro, penerjemah Bustan Saadi, menulis dalam kata pengantar untuk terjemahannya bahwa, "Saadi adalah kombinasi dari kelezatan Horace, senyum manis Rabelais dan kesederhanaan La Fontaine. Tanpa berlebihan, penyair Iran telah memberikan kontribusi terhadap kekayaan tersebut. Sama seperti sastra Yunani dan Romawi, puisi-puisi Persia juga telah memberikan manfaat bagi literatur Eropa."

Rene Grousset, seorang orientalis Perancis menulis, "Saya harus katakan bahwa Iran memiliki hak besar di pundak manusia. Sebab secara historis, Iran dengan budayanya yang kuat dan kelembutan Islam telah menciptakan alat pemahaman, kesepakatan, dan koordinasi di antara bangsa-bangsa selama berabad-abad. Mereka telah menemukan filsafat, pemikiran, dan cita-cita tunggal." Dia menandaskan, "Ekspresi perasaan yang diungkapkan oleh para penyair Iran memiliki pengaruh besar seakan-akan seorang Perancis seperti menjadi seorang India dan seorang Turki seperti menjadi seorang Georgia. Harus dikatakan bahwa para Sufi (Arif) Iran meskipun Muslim, tetapi mereka dapat mengguncang jantung seorang Kristen dan seorang Brahman, dan mereka memiliki hubungan dengan kemanusiaan."

Gagasan dan pemikiran luhur yang menghiasi syair-syair para tokoh sastra Persia telah membuat takjub para cendekiawan besar dunia dari Timur hingga Barat tentang sastra Persia. Pertanyaan-pertanyaan filosofis Khayyam, ungkapan cinta spiritual Maulawi, rasionalitas Ferdowsi dan hikmat Saadi memiliki banyak pemuja di dunia. (IRIB Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar