Label

Sabtu, 01 Maret 2014

Miryam dari Magdala



Ia dikenal sebagai Maria Magdalena yang berarti Maria dari Magdala, salah satu kota di pantai barat Danau Galilea. Alkitab hanya sedikit menceritakan tentang perempuan ini. Ia disebut sebagai seorang perempuan yang dibebaskan Yesus Kristus dari tujuh roh jahat. Ia menjadi salah satu perempuan yang membantu pelayanan Yesus dari Galilea dengan kekayaan yang ia miliki. Ia mengikuti Yesus yang dipanggilnya Rabuni (artinya Guru) dalam perjalanan menuju Yerusalem dan tercatat sebagai salah satu perempuan yang hadir di Bukit Golgota ketika Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan. Injil Yohanes menyaksikannya sebagai orang pertama yang menjadi saksi mata kebangkitan Yesus di pagi Paskah.

Ia dipuja dan disalahpami. Pernah ia diidentikkan dengan pelacur yang nyaris dirajam batu karena tertangkap basah sedang berzina. Ia disamakan dengan perempuan berdosa tanpa nama yang mengurapi kaki Yesus di rumah Simon. Ia dicampuradukkan dengan Maria dari Betania yang juga mengurapi kaki Yesus di rumahnya sendiri. Ia juga disebut-sebut menjadi istri Yesus seperti yang digembar-gemborkan penulis Dan Brown. Tapi tidak ada bukti pendukung yang membuatnya menjadi salah satu dari ketiga perempuan itu. Alkitab justru memberi bayangan tentang seorang perempuan yang telah meninggalkan masa mudanya, seorang perempuan yang menjadi salah satu pemimpin perempuan karena senioritasnya.  

Dari materi yang minimalis ini ditambah berbagai referensi mengenai Maria Magdalena yang telah ditulis dan diterbitkan, Angela Hunt, pengarang Kristen pemenang Christy-Award, meramu sebuah novel yang diberi tajuk Magdalene, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Arie Saptaji dengan judul Miryam dari Magdala.

Dari Magdala, dikisahkan Miryam adalah istri dari seorang nelayan bernama Yaakov dan ibu dari dua anak laki-laki, Avram yang telah menikah dengan Rachel dan sedang menanti kelahiran anak sulungnya dan Binyamin, yang masih bayi. Ia bekerja sebagai penjual kain cantik dengan andalan sutra yang berkilau-kilau kirmizi pada terang tertentu dan ungu pada waktu lain.

Miryam dari Magdala hidup pada waktu Eretz-Yisrael berada dalam penjajahan Romawi, bangsa goyim, yang tidak percaya pada HaShem –Allah Avraham, Yitzhak, dan Yaakov. Bangsa Ibrani sedang berada dalam masa penantian Mesias yang mereka harapkan bisa membebaskan mereka dari cengkeraman Romawi.

Suatu hari pasukan Romawi melewati Magdala dengan tujuan Kaisarea, kota yang dibangun Herodes Agung sebagai penghormatan bagi kaisar Romawi. Di sana mereka akan bertemu dan bekerja di bawah kepemimpinan penguasa Yudea bernama Pontius Pilatus. Secara terang-terangan Avram, anak Miryam yang sulung, menghina seorang prajurit Romawi bernama Gaius Cabilenus dengan cara meludahi sang prajurit. Akibat tindakan gegabahnya, kecuali Miryam, seisi rumahnya tewas dibantai. Miryam sedang berada di tempat penginapan prajurit Romawi menjual sutra andalannya. Ia tidak menyangka nyawanya sendiri menjadi pembayar kain cantiknya.

Setelah kehilangan keluarga yang ia cintai, Miryam pergi ke Tiberias, kota yang dibangun Herodes Antipas di atas tanah pemakaman. Antipas adalah penguasa Galilea, Magdala berada dalam kekuasaannya, maka kepadanya Miryam ingin menghadap untuk meminta keadilan diberlakukan. Bukan keadilan yang ia dapat di Tiberias, tapi tujuh roh jahat yang mengendalikan dirinya. Ia menjadi perempuan gila yang berkeliaran di pemakaman di luar Magdala.

Pertemuannya dengan Yeshua (Yesus) yang singgah di Magdala membuat Miryam bebas dari cengkeraman tujuh roh jahat. Ia pun memutuskan menjual sisa hartanya dan mengikuti Yeshua. Ketika mendengar ajaran Yeshua tentang Kerajaan Allah, timbul harapan dalam hati Miryam bahwa kerajaan itu akhirnya akan datang untuk mengalahkan Romawi dan penguasa seperti Herodes. Yeshua sedang mempersiapkan perlawanan terhadap penjajah dan kemampuannya menghidupkan orang mati seperti Lazarus akan mendukung aksinya. Namun, yang terjadi, Yeshua mati karena disalibkan di Golgota. Lama setelah Yeshua akhirnya bangkit, Miryam baru menyadari tujuan sebenarnya Yeshua hidup di dunia: bukan untuk membebaskan bangsa Ibrani dari penjajahan Romawi, tapi untuk menebus dosa-dosa manusia, termasuk dirinya.

Hidup dalam persekutuan orang yang percaya kepada Yeshua ternyata tidak memadamkan dendam kesumat Miryam atas musnahnya keluarganya di Magdala. Ajaran Yeshua tidak otomatis membuat dirinya mengampuni orang-orang yang pernah menghancurkan hidupnya. Gaius Cabilenus dan Attivus Aurelius adalah dua prajurit Romawi yang harus membayar harga dari penderitaanya dengan nyawa mereka. Hingga sekali lagi, Miryam memohon dari Tuhannya untuk menghapuskan dosa yang ia lakukan dan siap menerima akibatnya.

Miryam dari Magdala adalah sebuah karya gemilang tentang Maria Magdalena yang bahkan lebih Alkitabiah dari sejumput kisah Maria yang ditampilkan Mel Gibson dalam film fenomenal, The Passion of The Christ. Angela Hunt mengangkat Miryam dari lembar minimalis Alkitab, mempertahankan identitasnya sebagai perempuan yang tidak muda lagi, dan mengembangkannya ke dalam konflik memesona yang hanya bisa muncul dari imajinasi seorang pengarang hebat.

Sebagai novel bergenre novel historis, sudah selayaknya Angela Hunt memunculkan nama-nama yang tidak pernah muncul dalam Alkitab dan dalam sejarah untuk memperkuat ceritanya. Oleh sebab itu, Angela Hunt melahirkan nama-nama yang akan memegang peranan penting dalam novel: Atticus Aurelius, Flavius Gemellus, Gaius Cabilenus, Quintus, Cyrilla, dan Hadassah. Nama-nama ini berbaur dengan nama-nama terkenal sepert Pontius Pilatus, Claudia Procula, Simon Petrus (Kefas), Herodes Antipas, Kleopas, John Mark dan ibunya yang juga bernama Miryam, dan tentu saja Barabas, pembunuh yang terpilih untuk dibebaskan dibandingkan Yeshua. Tak terlupakan, Angela Hunt memilih Susana, salah satu perempuan yang mendukung pelayanan Yeshua menjadi istri Simon Petrus. Semua, sesuai dengan peran yang telah ditetapkan untuk menghadirkan sebuah novel yang akan meninggalkan kesan mendalam dalam hati pembaca, terutama bagi yang beragama Kristen.

Secara keseluruhan novel ini indah dan masuk akal. Tidak ada bagian yang ditambahkan untuk menimbulkan lanturan yang menjemukan. Semua bagian bak keping-keping mozaik yang menyatu dengan sempurna. Pengalaman sebagai pengarang dengan buku yang terjual hampir sebanyak 3 juta eksemplar di seluruh dunia membuatnya dengan luwes membawa masuk berbagai tokoh ke dalam plot yang benar-benar telah dirancang dengan brilian. Miryam Magdalena masuk ke dalam plot sebagai narator orang pertama yang berkisah sesuai pengalaman hidupnya yang dicampur dengan kesaksian orang-orang yang ia kenal. Atticus Aurelius mengembangkan bagian terbanyak sisi fiktif novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Banyak bagian kehidupan Yeshua yang tidak tergali, tapi tidak menjadi kelemahan novel ini.

Angela Hunt memang hanya memusatkan ceritanya pada kehidupan Miryam dari Magdala, sehingga Yeshua bukanlah titik sentral dari novel ini. Hanya, bukan berarti kehadiran Yeshua tidak penting. Ia adalah fokus kehidupan Miryam setelah keluarganya musnah dan hidupnya diubahkan. Ia adalah sumber pengharapan Miryam. Ia memiliki pengaruh yang tak terlupakan dari sebuah rahasia yang dibawa pergi oleh salah satu prajurit Romawi dari puing-puing rumah terbakar di Magdala.

Dalam novel ini, tampaknya kesalahpaman adalah warna paling dominan. Kesalahpahaman yang biasa timbul dari dalam kelemahan manusia. Seperti Miryam dari Magdala yang banyak disalahpahami, Miryam juga salah paham dengan apa yang terjadi pada malam rumahnya di Magdala dibakar prajurit Romawi –yang menggiringnya pada kehancuran, ia juga salah paham dengan rencana dan tujuan kehadiran Yeshua di dunia sehingga sempat merasa kecewa. Namun, saat kebenaran datang, semua kesalahpahaman itu terkikis.

Kain sutra yang berasal dari belanga pencelupan Miryam dari Magdala menjadi penghubung masa lalu yang sukar dilupakan Miryam dan masa kini yang menyakitkan. Setelah dirampas darinya di Magdala, kain sutra itu telah berpindah tangan hingga terpilih untuk dikenakan Yeshua pada saat diolok-olok sebagai raja oleh prajurit Romawi. Kain yang sama akan kembali kepada Miryam menjelang ia menutup mata, untuk selama-lamanya. Tak pelak lagi, kain sutra itu menjadi simbol dari penderitaan: penderitaan Yeshua dan para pengikutnya ketika dunia bangkit melawan mereka.

Rupanya ide kain sutra yang beralih dari merah kirmizi menjadi ungu bergantung pada cahaya yang menimpanya diambil Angela Hunt dari yang tertulis dalam Matius 27:28 dan Markus 15:17. Walau perbedaannya tidak terlihat dalam Alkitab bahasa Indonesia, dalam berbagai versi Alkitab bahasa Inggris disebutkan bahwa dalam Matius 27:28 jubah yang dikenakan pada Yesus berwarna merah kirmizi (scarlet) sedangkan dalam Markus 15: 17 disebut berwarna ungu (purple). [Jody]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar