Ia dikenal sebagai Maria Magdalena yang berarti Maria dari Magdala, salah
satu kota di pantai barat Danau Galilea. Alkitab hanya sedikit menceritakan
tentang perempuan ini. Ia disebut sebagai seorang perempuan yang dibebaskan
Yesus Kristus dari tujuh roh jahat. Ia menjadi salah satu perempuan yang
membantu pelayanan Yesus dari Galilea dengan kekayaan yang ia miliki. Ia
mengikuti Yesus yang dipanggilnya Rabuni (artinya Guru) dalam perjalanan menuju
Yerusalem dan tercatat sebagai salah satu perempuan yang hadir di Bukit Golgota
ketika Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan. Injil Yohanes menyaksikannya
sebagai orang pertama yang menjadi saksi mata kebangkitan Yesus di pagi Paskah.
Ia dipuja dan disalahpami. Pernah ia diidentikkan dengan
pelacur yang nyaris dirajam batu karena tertangkap basah sedang berzina. Ia
disamakan dengan perempuan berdosa tanpa nama yang mengurapi kaki Yesus di
rumah Simon. Ia dicampuradukkan dengan Maria dari Betania yang juga mengurapi
kaki Yesus di rumahnya sendiri. Ia juga disebut-sebut menjadi istri Yesus
seperti yang digembar-gemborkan penulis Dan Brown. Tapi tidak ada bukti
pendukung yang membuatnya menjadi salah satu dari ketiga perempuan itu. Alkitab
justru memberi bayangan tentang seorang perempuan yang telah meninggalkan masa
mudanya, seorang perempuan yang menjadi salah satu pemimpin perempuan karena
senioritasnya.
Dari materi yang minimalis ini ditambah berbagai
referensi mengenai Maria Magdalena yang telah ditulis dan diterbitkan, Angela
Hunt, pengarang Kristen
pemenang Christy-Award, meramu sebuah novel yang diberi
tajuk Magdalene, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Arie Saptaji dengan judul Miryam dari Magdala.
Dari Magdala, dikisahkan Miryam adalah istri dari seorang
nelayan bernama Yaakov dan ibu dari dua anak laki-laki, Avram yang telah
menikah dengan Rachel dan sedang menanti kelahiran anak sulungnya dan Binyamin,
yang masih bayi. Ia bekerja sebagai penjual kain cantik dengan andalan sutra
yang berkilau-kilau kirmizi pada terang tertentu dan ungu pada waktu lain.
Miryam dari Magdala hidup pada waktu Eretz-Yisrael berada
dalam penjajahan Romawi, bangsa goyim, yang tidak percaya pada HaShem –Allah
Avraham, Yitzhak, dan Yaakov. Bangsa Ibrani sedang berada dalam masa penantian
Mesias yang mereka harapkan bisa membebaskan mereka dari cengkeraman Romawi.
Suatu hari pasukan Romawi melewati Magdala dengan tujuan
Kaisarea, kota yang dibangun Herodes Agung sebagai penghormatan bagi kaisar
Romawi. Di sana mereka akan bertemu dan bekerja di bawah kepemimpinan penguasa
Yudea bernama Pontius Pilatus. Secara terang-terangan Avram, anak Miryam yang
sulung, menghina seorang prajurit Romawi bernama Gaius Cabilenus dengan cara meludahi
sang prajurit. Akibat tindakan gegabahnya, kecuali Miryam, seisi rumahnya tewas
dibantai. Miryam sedang berada di tempat penginapan prajurit Romawi menjual
sutra andalannya. Ia tidak menyangka nyawanya sendiri menjadi pembayar kain
cantiknya.
Setelah kehilangan keluarga yang ia cintai, Miryam pergi
ke Tiberias, kota yang dibangun Herodes Antipas di atas tanah pemakaman.
Antipas adalah penguasa Galilea, Magdala berada dalam kekuasaannya, maka
kepadanya Miryam ingin menghadap untuk meminta keadilan diberlakukan. Bukan
keadilan yang ia dapat di Tiberias, tapi tujuh roh jahat yang mengendalikan
dirinya. Ia menjadi perempuan gila yang berkeliaran di pemakaman di luar
Magdala.
Pertemuannya dengan Yeshua (Yesus) yang singgah di
Magdala membuat Miryam bebas dari cengkeraman tujuh roh jahat. Ia pun
memutuskan menjual sisa hartanya dan mengikuti Yeshua. Ketika mendengar ajaran
Yeshua tentang Kerajaan Allah, timbul harapan dalam hati Miryam bahwa kerajaan
itu akhirnya akan datang untuk mengalahkan Romawi dan penguasa seperti Herodes.
Yeshua sedang mempersiapkan perlawanan terhadap penjajah dan kemampuannya
menghidupkan orang mati seperti Lazarus akan mendukung aksinya. Namun, yang
terjadi, Yeshua mati karena disalibkan di Golgota. Lama setelah Yeshua akhirnya
bangkit, Miryam baru menyadari tujuan sebenarnya Yeshua hidup di dunia: bukan
untuk membebaskan bangsa Ibrani dari penjajahan Romawi, tapi untuk menebus
dosa-dosa manusia, termasuk dirinya.
Hidup dalam persekutuan orang yang percaya kepada Yeshua
ternyata tidak memadamkan dendam kesumat Miryam atas musnahnya keluarganya di
Magdala. Ajaran Yeshua tidak otomatis membuat dirinya mengampuni orang-orang
yang pernah menghancurkan hidupnya. Gaius Cabilenus dan Attivus Aurelius adalah
dua prajurit Romawi yang harus membayar harga dari penderitaanya dengan nyawa
mereka. Hingga sekali lagi, Miryam memohon dari Tuhannya untuk menghapuskan
dosa yang ia lakukan dan siap menerima akibatnya.
Miryam dari Magdala adalah sebuah karya gemilang tentang Maria Magdalena
yang bahkan lebih Alkitabiah dari sejumput kisah Maria yang ditampilkan Mel
Gibson dalam film fenomenal, The Passion of The Christ. Angela Hunt
mengangkat Miryam dari lembar minimalis Alkitab, mempertahankan identitasnya
sebagai perempuan yang tidak muda lagi, dan mengembangkannya ke dalam konflik
memesona yang hanya bisa muncul dari imajinasi seorang pengarang hebat.
Sebagai novel bergenre novel historis, sudah selayaknya
Angela Hunt memunculkan nama-nama yang tidak pernah muncul dalam Alkitab dan
dalam sejarah untuk memperkuat ceritanya. Oleh sebab itu, Angela Hunt
melahirkan nama-nama yang akan memegang peranan penting dalam novel: Atticus
Aurelius, Flavius Gemellus, Gaius Cabilenus, Quintus, Cyrilla, dan Hadassah.
Nama-nama ini berbaur dengan nama-nama terkenal sepert Pontius Pilatus, Claudia
Procula, Simon Petrus (Kefas), Herodes Antipas, Kleopas, John Mark dan ibunya
yang juga bernama Miryam, dan tentu saja Barabas, pembunuh yang terpilih untuk
dibebaskan dibandingkan Yeshua. Tak terlupakan, Angela Hunt memilih Susana,
salah satu perempuan yang mendukung pelayanan Yeshua menjadi istri Simon
Petrus. Semua, sesuai dengan peran yang telah ditetapkan untuk menghadirkan
sebuah novel yang akan meninggalkan kesan mendalam dalam hati pembaca, terutama
bagi yang beragama Kristen.
Secara keseluruhan novel ini indah dan masuk akal. Tidak
ada bagian yang ditambahkan untuk menimbulkan lanturan yang menjemukan. Semua
bagian bak keping-keping mozaik yang menyatu dengan sempurna. Pengalaman
sebagai pengarang dengan buku yang terjual hampir sebanyak 3 juta eksemplar di
seluruh dunia membuatnya dengan luwes membawa masuk berbagai tokoh ke dalam
plot yang benar-benar telah dirancang dengan brilian. Miryam Magdalena masuk ke
dalam plot sebagai narator orang pertama yang berkisah sesuai pengalaman
hidupnya yang dicampur dengan kesaksian orang-orang yang ia kenal. Atticus
Aurelius mengembangkan bagian terbanyak sisi fiktif novel ini menggunakan sudut
pandang orang ketiga. Banyak bagian kehidupan Yeshua yang tidak tergali, tapi tidak
menjadi kelemahan novel ini.
Angela Hunt memang hanya memusatkan ceritanya pada
kehidupan Miryam dari Magdala, sehingga Yeshua bukanlah titik sentral dari
novel ini. Hanya, bukan berarti kehadiran Yeshua tidak penting. Ia adalah fokus
kehidupan Miryam setelah keluarganya musnah dan hidupnya diubahkan. Ia adalah
sumber pengharapan Miryam. Ia memiliki pengaruh yang tak terlupakan dari sebuah
rahasia yang dibawa pergi oleh salah satu prajurit Romawi dari puing-puing
rumah terbakar di Magdala.
Dalam novel ini, tampaknya kesalahpaman adalah warna
paling dominan. Kesalahpahaman yang biasa timbul dari dalam kelemahan manusia.
Seperti Miryam dari Magdala yang banyak disalahpahami, Miryam juga salah paham
dengan apa yang terjadi pada malam rumahnya di Magdala dibakar prajurit Romawi
–yang menggiringnya pada kehancuran, ia juga salah paham dengan rencana dan
tujuan kehadiran Yeshua di dunia sehingga sempat merasa kecewa. Namun, saat
kebenaran datang, semua kesalahpahaman itu terkikis.
Kain sutra yang berasal dari belanga pencelupan Miryam
dari Magdala menjadi penghubung masa lalu yang sukar dilupakan Miryam dan masa
kini yang menyakitkan. Setelah dirampas darinya di Magdala, kain sutra itu
telah berpindah tangan hingga terpilih untuk dikenakan Yeshua pada saat
diolok-olok sebagai raja oleh prajurit Romawi. Kain yang sama akan kembali
kepada Miryam menjelang ia menutup mata, untuk selama-lamanya. Tak pelak lagi,
kain sutra itu menjadi simbol dari penderitaan: penderitaan Yeshua dan para
pengikutnya ketika dunia bangkit melawan mereka.
Rupanya ide kain sutra yang beralih dari merah kirmizi
menjadi ungu bergantung pada cahaya yang menimpanya diambil Angela Hunt dari
yang tertulis dalam Matius 27:28 dan Markus 15:17. Walau perbedaannya tidak
terlihat dalam Alkitab bahasa Indonesia, dalam berbagai versi Alkitab bahasa
Inggris disebutkan bahwa dalam Matius 27:28 jubah yang dikenakan pada Yesus
berwarna merah kirmizi (scarlet) sedangkan dalam Markus 15: 17 disebut
berwarna ungu (purple). [Jody]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar