Banten Raya 27 April 2013
Oleh Bagus Burham*
Setiap musim selalu menanggalkan
tandanya untuk tetap dinikmati oleh musim yang lain setelahnya. Itulah kesan
saya pada buku puisi “Mazmur Musim Sunyi” gubahan Sulaiman Djaya. Di sini
penyair menggarap peta jalan cerita hidup yang penuh dengan kesunyian. Sajak-sajak
yang terangkum dalam buku ini menyoalkan seputar hidupnya yang diselubungi oleh
cinta. Banyak sajak yang memperbincangkan masalah cinta yang disusun penuh
dengan metafor-metafor yang seakan hidup dan mempunyai makna yang arif dan
kaya. Di sinilah kerja yang baik dari penyair itu. Berpuisi secara total hingga
melahirkan sajak-sajak yang mempunyai album sendiri di hati pembacanya.
Buku ini juga memiliki daya pikat pada
setiap gaya bahasa yang ditampilkan. Personifikasi yang secara lembut mendaras
di dalamnya dengan penggunaan tipografi kontemporer ataupun kotak rapi –yang
kadang berada pada tubuh sajak-sajak naratifnya– serta-merta membawa kita terus
mengulangi membaca sajak-sajak yang halus dan renyah untuk diambil
kiasan-kiasan yang dimilikinya. Namun bukan berarti kita mencuri. Kita tidak
sedang membicarakan ajaran TS Eliot di sini. Maksud saya kita akan disuguhi
berbagai pilihan kata-kata untuk bagaimana menyusun sajak yang baik dengan
menggunakan paradoks, silogisme dan menyatukannya dengan realitas, yang
dengannya akan menimbulkan efek yang mengena dan terasa enak. Dikhususkan pada
para peminat puisi yang ingin lebih menggeluti dunia perpuisian yang semakin
bertambah ramai dengan munculnya buku sajak ini.
Judul dalam buku ini memang sangat klop dengan
isi di dalamnya. Banyak kata-kata yang bernyanyi yang berasal dari pikiran
penulis, tergubah dengan sangat merdu. Ia juga hadir membawa nuansa romantik
yang sudah lama, namun terkesan baru jika digubah olehnya. Banyak sajak yang
menyoal cinta, namun cinta itu tak kelihatan secara gamblang pada sajak-sajak
yang diruwatnya. Seperti Rubayyat Dua Mastnawi, Surat Cinta, Rubayyat Cinta,
Kotak Cinta Bulan April, Menulis Sajak Romantis, dan masih banyak lagi sajak
srupa yang bernafaskan cinta.
Sajak-sajak dalam buku ini tak
memerlukan perundingan yang sangat panjang untuk memahaminya. Pembaca tak harus
mempunyai kekayaan literatur yang melimpah untuk mengerti isi dalam sajak-sajak
buku ini, sebab bahasa yang dipilinkan dalam sajak-sajak yang terangkum di buku
ini adalah bahasa sehari-hari yang sederhana dan sangat menyenangkan bagi para
peminat tema cinta, terutama puisi.
Usaha
Menyambung para Pendahulu
Seperti pengantar yang terangkum pada
buku sajak ini yang ditulis oleh Sulaiman Djaya, ia hanya memungut kembali
puing-puing keruntuhan, batu bata yang ia miliki dan ditumpuknya di atas sekian
batu bata milik para penulis dan pemikir terdahulu. Dalam kecendekiaan yang di
milikinya, ia meminjam pandangan ini dari Bataille dan Derrida. Bahwa apakah
dengan menulis ia sebenarnya tengah mencari identitas, hanya waktu dan
perjalanannya di dunia puisi yang akan menjawabnya.
Puisi seperti halnya mesin foto kopi, telah
menyetak-melipat gandakan usaha-usaha untuk terus melanjutkan apa yang telah
diperbuat oleh para pendahulu terhadap puisi. Meski usaha itu tak pernah
diproklamirkan seorang penyair di dunia ini, namun bagi mereka yang berhasrat
ingin mewarisi tekad itu, maka dengan meninggalkan tanda berupa tinta kerjanya,
ia akan dikenang dan dikenal sebagai penyair, meski ia mengakui itu atau tidak
pada dirinya. Inilah jalan puisi itu. Puisi yang bagi sebagian orang hanya
angin lalu, diucapkan bila merasa patah hati, atau tengah iba dengan keadaan
sekitar, semisal masalah sosial dan kemiskinan adalah seperti kulit kuaci yang
terbuang semenjak isinya digigit mulut. Namun masyarakat penyair yang hidup di
bawahnya sadar akan jalan yang mereka pilih. Demi tercapainya sebuah estetika
yang terus harus dilanjutkan oleh generasi muda; generasi penerus. Maka puisi
akan terus hidup dalam rutinitas dan kesehariaan hingga penyair terakhir telah
tahu takdirnya di hari akhir.
Judul
: Mazmur Musim Sunyi
Penulis : Sulaiman Djaya
Penerbit : Kubah Budaya
Cetakan : I,Januari 2013
Tebal : 105 halaman
ISBN : 978-602-19376-2-4
Penulis : Sulaiman Djaya
Penerbit : Kubah Budaya
Cetakan : I,Januari 2013
Tebal : 105 halaman
ISBN : 978-602-19376-2-4
*Penikmat dan penulis puisi. Bergiat di
Komunitas Kopi, Kudus, Jawa Tengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar