Pelajar SLTP dan SLTA di Provinsi Banten mempunyai cara unik dalam
meningkatkan toleransi beragama melalui sastra. Sekitar 200 pelajar menonton
video puisi esai karya Denny JA berjudul Romi dan Yuli dari Cikeusik dengan
sutradara Hanung Bramantyo di Hotel Mutiara Carita, Banten, Minggu (3/6) pagi.
Selain menonton video, pada acara yang digelar Perguruan Islam
Annizhomiyyah Jaha Labuan, Kabupaten Pandeglang itu, para pelajar juga membedah
buku puisi esai “Atas Nama Cinta” karya Denny JA.
Acara bedah buku tersebut menghadirkan tiga narasumber, Jamal D
Rahman (sastrawan dan redaktur Majalah Horison), Firman Venayaksa (Dosen
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), dan Sulaiman Djaya (pegiat budaya Banten).
Tiga narasumber ini juga menjadi juri dalam sayembara penulisan resensi buku
Atas Nama Cinta. Dari 102 peserta sayembara yang digelar sejak awal April lalu
itu, terpilih lima pemenang yang meraih uang total Rp 10 juta. Siswa SMA
Mardiyuana Serang Meilita menjadi juara pertama dalam sayembara tersebut. “Saya
tidak menyangka menjadi juara dalam lomba resensi ini. Saat saya baca buku ini,
saya bisa merasakan bahwa saya larut sebagai tokoh utama di sana. Buku ini
unik, menarik, dan kreatif. Penulis memberi sudut pandang yang berbeda dalam
melihat situasi,” ujarnya.
Ketua Panitia Agus Khatibul Umam berharap, kegiatan bedah buku dan
sayembara itu bisa mendorong adanya penulis-penulis hebat di Banten.
Tradisi Menulis
Hal serupa dikatakan Direktur Perguruan Islam Annizhomiyyah H Ace Hasan. Ia mengatakan, tradisi menulis perlu didorong. Menurutnya, tidak ada
peradaban yang maju di dunia ini tanpa tradisi menulis. Begitu jugaperadaban
Islam, dibangun dengan budaya menulis. “Denny JA mempunyai gairah luar biasa
dalam tradisi menulis. Tahun 1980-an, ia sudah menulis. Saya sering membaca
tulisannya di media massa. Saya harap kegiatan ini bisa membangkitkan tradisi
menulis di Banten,” katanya.
Namun, Ace menyayangkan bahwa saat ini tradisi menulis tidak diberi
apresiasi yang baik. Seperti menulis opini di media massa di Banten masih belum
dihargai dengan baik.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten Dr H Ajak Muslim yang hadir
pada acara itu menyambut baik kegiatan itu. “Baru pertama kali kegiatan resensi
buku digelar sebesar ini. Dalam keterampilan berbahasa, Banten unggul dalam
tradisi mendengar dan berbicara. Tapi kita masih lemah dalam tradisi menulis.
Belum ada sekolah di Banten berbasis menulis,” ujarnya.
Pegiat Budaya Banten Sulaiman Djaya menilai, dengan hadirnya buku
Atas Nama Cinta yang ditulis oleh seorang ilmuwan politik Denny JA itu semakin
meneguhkan bahwa siapa pun bisa menulis puisi atau karya-karya fiksi lainnya.
Sementara itu, Firman Venayaksa menilai, buku itu secara makna
isinya ingin mengemukakan isu sosial politik sejak masa reformasi hingga saat
ini. “Denny JA menghadirkan carut-marut kondisi Indonesia dengan lembut melalui
puisi esainya ini,” ujarnya.
Dikatakan, banyak hal-hal yang menurut banyak orang tabu dan
sensitif, bisa diungkap dengan lembut oleh Denny melalui bukunya itu. Seperti
saat bercerita tentang tragedi Mei dan etnis Tionghoa, atau soal homoseksual
dalam puisi Batman dan Robin.
Berdasarkan catatan, puisi esai Denny JA itu bercerita tentang
kisah cinta Romi dan Yuli. Walau mereka datang dari latarbelakang keluarga yang
berbeda paham agama, tapi keduanya tetap menjalin hubungan cinta kasih. Ayahnya
Romi berasal dari Cikeusik yang merupakan komunitas Ahmadiyah. Sedangkan ayah Yuli
dari kalangan Muslim yang anti-Ahmadiyah. Tapi Romi dan Yuli memutuskan untuk
tetap meneruskan kisah cinta mereka.
Pemutaran video puisi esai Denny JA ini menjadi puncak acara lomba
sastra antar SLTP dan SLTA se- Provinsi Banten. Berbeda dengan yang dikhawatirkan
Dewan HAM PBB, buku Denny JA justru mengajak orang untuk toleran melalui kisah
cinta yang menyentuh hati. Denny sendiri menyatakan senang jika karyanya bisa
membantu untuk meningkatkan toleransi beragama.
Ia juga prihatin dengan penilaian Dewan HAM PBB yang bersidang
akhir Mei 2012, yang menyatakan intoleransi beragama di Indonesia meningkat.
Sastra melalui film menurut Denny JA sangat efektif untuk “berdakwah” soal
toleransi itu. [Y-4]
Sumber: Suara Pembaruan,
Senin, 4 Juni 2012
Tiga pembicara dari kiri ke kanan: Sastrawan Jamal D Rahman, dosen
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Firman Venayaksa, dan pegiat budaya
Banten, Sulaiman Djaya saat membedah buku “Atas Nama Cinta” karya Denny
JA di Banten, Minggu (3/6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar