Label

Kamis, 07 Juni 2012

Pelajar Banten Bedah Buku Denny JA, Tanamkan Toleransi Beragama Lewat Sastra


Pelajar SLTP dan SLTA di Provinsi Banten mempunyai cara unik dalam meningkatkan toleransi beragama melalui sastra. Sekitar 200 pelajar menonton video puisi esai karya Denny JA berjudul Romi dan Yuli dari Cikeusik dengan sutradara Hanung Bramantyo di Hotel Mutiara Carita, Banten, Minggu (3/6) pagi.

Selain menonton video, pada acara yang digelar Perguruan Islam Annizhomiyyah Jaha Labuan, Kabupaten Pandeglang itu, para pelajar juga membedah buku puisi esai “Atas Nama Cinta” karya Denny JA.

Acara bedah buku tersebut menghadirkan tiga narasumber, Jamal D Rahman (sastrawan dan redaktur Majalah Horison), Firman Venayaksa (Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), dan Sulaiman Djaya (pegiat budaya Banten). Tiga narasumber ini juga menjadi juri dalam sayembara penulisan resensi buku Atas Nama Cinta. Dari 102 peserta sayembara yang digelar sejak awal April lalu itu, terpilih lima pemenang yang meraih uang total Rp 10 juta. Siswa SMA Mardiyuana Serang Meilita menjadi juara pertama dalam sayembara tersebut. “Saya tidak menyangka menjadi juara dalam lomba resensi ini. Saat saya baca buku ini, saya bisa merasakan bahwa saya larut sebagai tokoh utama di sana. Buku ini unik, menarik, dan kreatif. Penulis memberi sudut pandang yang berbeda dalam melihat situasi,” ujarnya.

Ketua Panitia Agus Khatibul Umam berharap, kegiatan bedah buku dan sayembara itu bisa mendorong adanya penulis-penulis hebat di Banten.

Tradisi Menulis

Hal serupa dikatakan Direktur Perguruan Islam Annizhomiyyah H Ace Hasan. Ia mengatakan, tradisi menulis perlu didorong. Menurutnya, tidak ada peradaban yang maju di dunia ini tanpa tradisi menulis. Begitu jugaperadaban Islam, dibangun dengan budaya menulis. “Denny JA mempunyai gairah luar biasa dalam tradisi menulis. Tahun 1980-an, ia sudah menulis. Saya sering membaca tulisannya di media massa. Saya harap kegiatan ini bisa membangkitkan tradisi menulis di Banten,” katanya.

Namun, Ace menyayangkan bahwa saat ini tradisi menulis tidak diberi apresiasi yang baik. Seperti menulis opini di media massa di Banten masih belum dihargai dengan baik.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten Dr H Ajak Muslim yang hadir pada acara itu menyambut baik kegiatan itu. “Baru pertama kali kegiatan resensi buku digelar sebesar ini. Dalam keterampilan berbahasa, Banten unggul dalam tradisi mendengar dan berbicara. Tapi kita masih lemah dalam tradisi menulis. Belum ada sekolah di Banten berbasis menulis,” ujarnya.

Pegiat Budaya Banten Sulaiman Djaya menilai, dengan hadirnya buku Atas Nama Cinta yang ditulis oleh seorang ilmuwan politik Denny JA itu semakin meneguhkan bahwa siapa pun bisa menulis puisi atau karya-karya fiksi lainnya.

Sementara itu, Firman Venayaksa menilai, buku itu secara makna isinya ingin mengemukakan isu sosial politik sejak masa reformasi hingga saat ini. “Denny JA menghadirkan carut-marut kondisi Indonesia dengan lembut melalui puisi esainya ini,” ujarnya.

Dikatakan, banyak hal-hal yang menurut banyak orang tabu dan sensitif, bisa diungkap dengan lembut oleh Denny melalui bukunya itu. Seperti saat bercerita tentang tragedi Mei dan etnis Tionghoa, atau soal homoseksual dalam puisi Batman dan Robin.

Berdasarkan catatan, puisi esai Denny JA itu bercerita tentang kisah cinta Romi dan Yuli. Walau mereka datang dari latarbelakang keluarga yang berbeda paham agama, tapi keduanya tetap menjalin hubungan cinta kasih. Ayahnya Romi berasal dari Cikeusik yang merupakan komunitas Ahmadiyah. Sedangkan ayah Yuli dari kalangan Muslim yang anti-Ahmadiyah. Tapi Romi dan Yuli memutuskan untuk tetap meneruskan kisah cinta mereka.

Pemutaran video puisi esai Denny JA ini menjadi puncak acara lomba sastra antar SLTP dan SLTA se- Provinsi Banten. Berbeda dengan yang dikhawatirkan Dewan HAM PBB, buku Denny JA justru mengajak orang untuk toleran melalui kisah cinta yang menyentuh hati. Denny sendiri menyatakan senang jika karyanya bisa membantu untuk meningkatkan toleransi beragama.

Ia juga prihatin dengan penilaian Dewan HAM PBB yang bersidang akhir Mei 2012, yang menyatakan intoleransi beragama di Indonesia meningkat. Sastra melalui film menurut Denny JA sangat efektif untuk “berdakwah” soal toleransi itu. [Y-4]

Sumber: Suara Pembaruan, Senin, 4 Juni 2012 
Tiga pembicara dari kiri ke kanan: Sastrawan Jamal D Rahman, dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Firman Venayaksa, dan pegiat budaya Banten, Sulaiman Djaya saat membedah buku “Atas Nama Cinta” karya Denny JA di Banten, Minggu (3/6).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar