Label

Sabtu, 18 Juni 2016

Pidato Kebudayaan Albert Camus Saat Menerima Nobel Sastra 1957



Dalam penerimaan atas penghargaan yang telah begitu murah hati diberikan kepada saya oleh akademi Anda yang bebas, saya ucapkan terima kasih secara mendalam, terutama ketika saya ingin mempertimbangkan sejauh mana penghargaan ini telah mempengaruhi kemampuan pribadi saya.

Setiap manusia, dan untuk alasan yang kuat, setiap seniman, ingin diakui. Saya juga demikian. Tetapi saya belum bisa memahami keputusan Anda tanpa membandingkan dampak (penghargaan ini) kepada siapa diri saya sendiri. Seorang pria yang hampir masih muda, hanya kaya dalam keraguan dan dengan karyanya yang masih dalam proses, terbiasa hidup dalam kesendirian kerja atau menjauhi persahabatan: bagaimana dia tidak merasa sedikit panik saat mendengar keputusan yang membuat dia tiba-tiba, sendirian dan mereduksi dirinya sendiri, ke dalam pusat cahaya yang benderang? Dan dengan perasaan apa dia bisa menerima kehormatan ini pada saat penulis lain di Eropa, di antaranya yang sangat besar, diminta untuk diam, dan bahkan pada saat yang sama negara kelahirannya sedang melalui penderitaan tak berujung?

Saya merasakan keterkejutan dan kekacauan batin itu. Dalam usaha untuk mendapatkan kembali kedamaian yang saya miliki, sederhananya, untuk dapat menerima penghargaan yang luar biasa ini. Dan karena saya tak mungkin bisa hidup dengan sekedar bersandar pada prestasi saya belaka, saya tak menemukan apapun untuk mendukung saya kecuali apa yang telah ada sepanjang hidup saya, meski dalam keadaan yang paling bertolak-belakang sekalipun: pemikiran bahwa saya telah menemukan kebersenian saya dan khitoh saya sebagai penulis.

Biarkan saya menjelaskan pada Anda sekalian, dalam semangat syukur dan persahabatan, sesederhana yang saya bisa, apa maksud dari ide ini.

Bagi saya, saya tak bisa hidup tanpa seni yang saya miliki. Tapi saya tak pernah meletakan hal itu di atas segalanya. Jika, di sisi lain, saya membutuhkanya, hal itu terjadi karena ia tak bisa dipisahkan dari rekan-rekan saya dan ia membuat saya merasa hidup, seperti saya saat ini, setara dengan mereka semua. Ini berarti mencampurkan banyak orang dan menawarkan mereka sebuah gambaran istimewa tentang kebahagiaan dan penderitaan. Hal ini berarti memberikan tanggung-jawab pada si seniman untuk tidak berjarak, melainkan menjadikannya subjek yang paling rendah hati dan paling benar secara universal.

Dan seringkali ia yang memilih nasib sebagai seniman merasa bahwa dirinya berbeda, akan segera menyadari bahwa ia tak akan bisa mempertahankan seninya dan perbedaannya kecuali ia mengakui bahwa ia sama seperti yang lain.

Sang seniman menempa dirinya dengan yang lain, persimpangan antara keindahan yang ia tak bisa lakukan dan masyarakat dimana ia tak bisa lepaskan. Itulah mengapa seniman yang sesungguhnya tak mencemooh apapun: mereka bertanggungjawab untuk memahami ketimbang untuk menghakimi. Dan jika mereka harus berpihak di dunia ini, mungkin mereka hanya akan berpihak dimana, yang oleh Nietzsche dalam kalimatnya yang indah, ‘tidaklah hakim melainkan pencipta yang akan berkuasa, apakah itu seorang buruh ataupun seorang intelektual’.

Begitu pula, peran seorang penulis tidak bebas dari tugas yang berat. Dengan definisi yang tak bisa ia letakan pada dirinya sendiri pada hari ini sebagai persembahan kepada mereka yang membuat sejarah, ia yang sedang melayani mereka yang menderita karenanya. Pada sisi lain, ia akan sendiri dan tercerabut dari seninya.

Tidak semua pasukan dari tiran dan jutaan manusia akan membebaskannya dari keterasingannya, bahkan dan secara khusus jika ia tidur bersama mereka. Tetapi kesunyian dari narapidana yang tak dikenal, yang ditinggalkan untuk dipermalukan di sisi lain dunia, cukup untuk menarik sang penulis dari pengasingannya, atau setidaknya kapan pun, di tengah-tengah hak kebebasan, ia berhasil untuk tidak melupakan kesunyian itu, dan untuk menyebarkannya dalam usaha menggemakan makna dari seninya.

Tak satu pun dari kita cukup besar untuk menerima tugas seperti itu. Tetapi dalam semua situasi kehidupan, dalam kerumitan atau ketenaran adalah hal yang sementara, peran sebagai tiran yang besi atau untuk waktu bebas untuk mengekspresikan dirinya sendiri, seorang penulis dapat memenangkan hati masyarakat yang akan membenarkan tindakannya, pada satu kondisi dimana ia akan menerima batasan dari kemampuannya, dua tugas yang merupakan keagungan keterampilannya: pelayanan kepada kebenaran dan pelayanan kepada kemerdekaan. Karena tugasnya adalah untuk menyatukan sebanyak mungkin orang, karya seninya haruslah tidak berkompromi dengan kebohongan dan menghamba pada, di mana pun mereka berkuasa, mengembang-biakkan kesendirian.

Apa pun kelemahan pribadi yang mungkin punya, kemuliaan keterampilan kita akan selalu berakar pada dua komitmen, dimana hal ini sulit untuk dipertahankan: penolakan untuk berbohong tentang apa yang diketahui dan perlawanan terhadap penindasan.

Selama lebih dari dua puluh tahun dari kegilaan sejarah, tersesat tanpa ada harapan seperti semua orang dari angkatan saya yang kejang akan waktu, saya telah didukung oleh satu hal: Dengan perasaan tersembunyi bahwa untuk menulis pada hari ini adalah bentuk kehormatan karena aktivitas ini adalah sebuah komitmen – dan sebuah komitmen tidak hanya untuk menulis, khususnya, dalam pandangan tentang kekuatan saya dan keberadaan saya, ini adalah sebuah komitmen untuk menanggung, segalanya dengan mereka yang kebetulan hidup pada periode sejarah yang sama,  penderitaan dan harapan yang kita bagi.

Orang-orang ini, yang dilahirkan pada permulaan Perang Dunia Pertama, berumur duapuluhan ketika Hitler memperoleh kekuasaannya dan percobaan revolusioner pertama dimulai, yang kemudian dihadapkan sebagai penyelesaian pedidikan mereka dengan Perang Saudara Spanyol, Perang Dunia Kedua, kamp konsentrasi dunia, Eropa sebagai sebuah penjara dan penyiksaan – orang orang ini hari ini harus membesarkan anak-anak mereka dan membuat karya dalam dunia yang terancam oleh kehancuran nulkir.

Tak seorang pun, saya pikir, bisa meminta mereka untuk menjadi seorang yang optimis. Dan bahkan saya sendiri berpikir kita harus mengerti- tanpa melakukan berhenti untuk melawannya –kesalahan orang-orang yang dengan keputusasannya yang besar telah menegaskan hak mereka untuk menghina dan bergegas memasuki era nihilisme. Tetapi kenyataannya bahwa sebagian besar dari kita tetap, di negara saya dan di Eropa, telah menolak nihilisme ini dan telah terlibat dalam upaya untuk pencarian legitimasi. Mereka harus menempa dirinya sendiri sebagai sebuah seni untuk hidup di zaman penuh bencana sebagai upaya terlahir kembali dan secara terbuka menentang insting kematian yang bekerja pada sejarah kita.

Setiap generasi tanpa ada keraguan pasti merasa terpanggil untuk merubah dunia. Karya saya tahu bahwa itu tidak akan merubah apapun, tapi tugasnya bahkan mungkin lebih besar. Hal ini berarti mencegah dunia dari menghancurkan dirinya sendiri. Menjadi pewaris sejarah yang korup, yang di dalamnya bercampur revolusi jatuh, teknologi yang menjadi gila, dewa-dewa yang telah mati, dan deologi yang usang, dimana kekuatan medioker dapat menghancurkan semua tanpa sadar bagaimana meyakinkan mereka, dimana intelijen telah merendahkan diri untuk menjadi hamba kebencian dan penindasan, generasi yang mulai menegasikan diri ini harus dibangun kembali, keduanya baik di dalam dan luar, yang sedikit itu yang merupakan martabat hidup dan mati.

Dalam dunia yang terancam oleh perpecahan, dimana jaksa agung kita berewenang menjalankan resiko di kerajaan maut, ia tahu bahwa ia harus, dalam perlombaan gila melawan waktu, memulihkan perdamaian dan pengahambaan antara bangsa-bangsa, menyesuaikan lagi antara tenaga kerja dan budaya, dan menyelaraskan semua orang dengan Tabut Perjanjian. Tidak jelas apakah generasi ini akan bisa mencapai tugas yang sangat besar ini, tetapi hal ini telah terjadi di mana pun di dunia sebagai tantangan ganda akan kebenaran dan kemerdekaan, lantas jika perlu, mengetahui perihal cara untuk mati tanpa membenci.

Di mana pun hal itu ditemukan, ia pantas dihormati dan didorong, khususnya apabila ia mengorbankan dirinya sendiri untuk itu. Dalam kejadian apapun, dengan keyakinan atas persetujuan total Anda, adalah untuk generasi ini saya harus memberikan kehormatan yang baru saja Anda berikan kepada saya ini.

Pada saat yang sama, setelah menguraikan tugas mulia dari keterampilan penulis, saya harus menempatkannya di tempat yang tepat. Dia tidak memiliki gugatan selain yang ia bagi dengan teman seperjuangannya: rentan tapi keras kepala, tertindas tetapi bersemangat untuk keadilan, melakukan pekerjaannya tanpa rasa malu atau mencari kebanggaan dalam pandangan semua orang, tidak berhenti untuk lantas terbagi di antara kesedihan dan keindahan, dan pada akhirnya mengabdikan diri dari peran gandanya sebagai penciptaan yang secara keras kepala ia coba dirikan untuk menciptakan gerakan merusak dalam sejarah.

Siapa pula yang pada akhirnya bisa berharap padanya solusi lengkap dan moralitas yang tinggi? Kebenaran adalah misteri, sulit dipahami yang selalu harus ditaklukan.

Kemerdekaan adalah hal yang berbahaya, karena sulit untuk bisa hidup dengan menyenangkan hati. Kita harus bergerak menuju dua tujuan, menyakitkan namun tegas, kepastian tentang kejatuhan kita pada jalan yang panjang. Penulis jenis apa yang kini dalam hati nuraninya mempersiapkan diri sebagai seorang pengkhotbah kebajikan? Bagi saya sendiri, saya harus menjelaskan saya bukanlah jenis yang demikian. Saya tak pernah bisa meninggalkan cahaya, kenikmatan menjadi, dan kemerdekaan dimana saya dibesarkan. Tapi meskipun nostalgia ini menjelaskan banyak kesalahan-kesalahan dan kekeliruan yang saya miliki, hal ini tanpa diragukan lagi membantu saya menuju pemahaman yang lebih baik dalam keterampilan menulis saya. Hal ini membantu saya untuk tetap mendukung tanpa perlu ditanyakan lagi kepada mereka orang orang yang diam dan berusaha mempertahankan hidup mereka sendiri dalam dunia melalui ingatan untuk kembali kepada kebebasan dan kebahagiaan yang singkat.

Maka untuk menyederhanakan siapa sebenarnya saya, untuk segala kelemahan dan hutang budi yang saya miliki sebagaimana juga sulitnya meyakinkan diri saya, saya kini merasa lebih bebas, sebagai sebuah penutup, untuk komentar atas luasnya dan kemurahan hati dari kehormatan yang baru saja diberikan kepada saya, juga lebih bebas untuk memberitahu Anda bahwa saya akan menerimanya sebagai sebuah penghormatan yang diberikan kepada semua orang yang, berjuang pada hal yang sama, belum memiliki hak istimewa apapun, tetapi pada saat yang sama mengalami penderitaan dan penganiayaan.

Penting bagi saya untuk mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya dan sebelum melakukannya di depan umum, sebagai tanda rasa terima kasih saya pribadi, janji yang sama seperti janji purba tentang kesetiaan yang diulangi oleh setiap seniman pada dirinya sendiri dalam keheningan setiap hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar