Syekh Nawawi Al Bantani sosok Guru,
Ulama, Panutan, Penghulu Para Ulama yang menjadi sentral ilmu ilmu islam di
indonesia. Tidak sedikit Pondok pondok pesantren yang menggunakan kitab kitab
karangan Syekh Nawawi Al Bantani sebagai Ilmu pokok yang harus dikuasai
dan di mengerti oleh pasa santriwan santriwati. Syekh Nawawi Al Bantani lahir 1230 H
(1815 M) di Tanara, Tanara adalah sebuah wilayah sekitar 25 km arah utara Kota
Serang. Nama Ayahnya Syekh Nawawi Al Bantani, Umar ibnu Arabi,
adalah penghulu setempat. Ia sendiri yang mengajar putra-putranya (Nawawi / Syekh
Nawawi Al Bantani , Tamim, dan Ahmad) pengetahuan dasar bahasa Arab, Fikih,
dan Tafsir.
Syekh Nawawi Al Bantani melanjutkan
pelajaran Islamnya setelah dari Ayah-nya ke Kiai Sahal, masih di Banten, dan
setelah itu mesantren ke Purwakarta, Jawa Barat, kepada Kiai Yusuf yang banyak
santrinya dari seluruh Jawa.
Syekh Nawawi Al Bantani kemudian
menunaikan ibadah haji pada umur 15 tahun dan kemudian tinggal di Mekah selama
3 tahun. Syekh Nawawi Al Bantani kembali ke Tanara selama satu tahun
meneruskan pengajaran ayahnya, namun karena keinginan Syekh Nawawi Al Bantani yang
sangat besar terhadap ilmu-ilmu dan khazanah Islam akhirnya beliau memohon untuk
dikembalikan ke Mekkah untuk melanjutkan studinya di sana, dan memang
selanjutnya Syekh Nawawi Al Bantani tinggal di Mekkah hingga akhir
hayatnya 25 Syawwal 1314 H/1897 M, dan dikebumikan di Ma’la.
Di Mekkah, selama 30 tahun Syekh Nawawi Al Bantani belajar
pada ulama ulama terkenal seperti Syekh Abdul Gani Bima , Syekh Yusuf
Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan Abdul Hamid Daghestani, selain pada Khatib
Sambas, pemimpin tarekat Qadiriah , penulis kitab Fathul Arifin, bacaan
pengamal tarekat di Asia Tenggara. Sambas juga merupakan guru tokoh di balik
pemberontakan petani Banten (1888), KH Abdul Karim alias Kiai Agung, yang
menjelang ajal sang guru dipanggil kembali ke Mekah untuk menggantikan
kedudukannya.
Pada tahun 1860-1970, Syekh Nawawi Al Bantani mulai aktif
memberi pengajaran. Tapi itu dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang, sebab
antara tahun-tahun tersebut ia sudah sibuk menulis buku-buku. Di antara
murid-muridnya yang berasal dari Indonesia adalah:
1. KH Hasyim Asyari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama
KH Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
2. KH Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
3. KH Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.
4. KH Asyari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syekh
Nawawi dinikahkan dengan putrinya, Nyi Maryam.
5. KH Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan
mantunya (cucu).
6. KH Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di
Banten).
7. KH Ilyas, Kragilan, Serang.
8. KH Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.
9. KH Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.
10.KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang kemudian
dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara, karena peristiwa Geger Cilegon