AKU ADALAH PERUMPAMAAN
Di sunyi
arus, aku adalah seorang piatu:
seorang peziarah
yang bersujud
di hadapan maut.
Dan bayangkan
matahari
mengembun sepi
di rambutmu.
Seperti pagi
yang senantiasa
bertamu
di sepasang
matamu yang liris itu.
Aku adalah udara
yang selalu
singgah
di jendela
kamarmu.
Kadang aku pun
terjaga
ketika hujan
menghantam
pintu dan
halaman.
Aku adalah
lembab
yang mencari
kehangatan
pada sebohlam
lampu
di kamar
tidurmu.
Persis ketika
kamu
tak sedikit pun
sempat memikirkanku.
(2015)
DO’A MALAM
Kusimak suara-suara jangkerik
menyanyikan angin
setelah gerimis berhenti
di ujung hari.
Kubuka tirai September-ku
saat dua mataku memandang
bintang-bintang nun jauh.
Di antara keremangan
dan sisa senja
yang kini tersembunyi
kutahu takkan pernah lengkap
apa yang tetap tak tersingkap
duh Tuhanku.
Di kedalaman tiada,
diri pun hilang
duh Tuhanku
serupa hampa rongga-rongga
tubuh sang malam.
Aku memandang
lampu-lampu yang menerangi jalan
sama sepinya
dengan puisi
yang lahir dari nestapa jaman.
Dan sepi di dalam diri
seperti sungai di bawah langit.
(2015)
menyanyikan angin
setelah gerimis berhenti
di ujung hari.
Kubuka tirai September-ku
saat dua mataku memandang
bintang-bintang nun jauh.
Di antara keremangan
dan sisa senja
yang kini tersembunyi
kutahu takkan pernah lengkap
apa yang tetap tak tersingkap
duh Tuhanku.
Di kedalaman tiada,
diri pun hilang
duh Tuhanku
serupa hampa rongga-rongga
tubuh sang malam.
Aku memandang
lampu-lampu yang menerangi jalan
sama sepinya
dengan puisi
yang lahir dari nestapa jaman.
Dan sepi di dalam diri
seperti sungai di bawah langit.
(2015)
Sumber: Indo Pos, 08 November 2015