Sepasang kekasih yang bahagia membuat sebuah roti,
satu rembulan gugur di rerumputan
Ketika berjalan, mereka melemparkan sepasang bebayang
yang mengalir bersama;
ketika bangun, mereka meninggalkan satu surya yang suwung
di ranjangnya.
Dari segala kebenaran yang mungkin, mereka memilih hari
itu;
mereka menggenggamnya, bukan dengan tali tapi dengan satu
aroma.
Mereka tidak merobek kedamaian, tidak pula meremukkan
kata-kata
kebahagiaan mereka adalah menara yang tembus pandang
Udara dan anggur menemani sepasang kekasih yang bahagia
itu.
Malam memberi kesenangan dengan kelopak-kelopaknya yang
riang.
Mereka punya hak atas semua bunga anyelir.
Sepasang kekasih yang bahagia, tanpa suatu akhir, tanpa
kematian,
mereka lahir, mereka mati, berkali-kali selagi mereka
hidup:
mereka memiliki kekekalan hidup yang alamiah.
XC
Aku pikir aku sedang sekarat, aku rasakan hawa dingin
mendekat
dan tahu bahwa dari seluruh hidupku cuma kau yang
kutinggalkan:
siang dan malamku yang fana adalah mulutmu,
kulitmu adalah kerajaan yang didirikan oleh
ciuman-ciumanku.
Pada saat itu buku-buku berhenti,
juga persahabatan, kekayaan menumpuk dengan gelisah,
rumah transparan yang kau dan aku bangun:
segala sesuatu berguguran, kecuali matamu.
Sebab sementara kehidupan mengusik kita, cinta hanyalah
gelombang yang lebih tinggi ketimbang gelombang-gelombang
lainnya:
tapi oh, kala maut datang mengetuk pintu gerbang,
di sana hanya tatapanmu yang melawan begitu banyak
kekosongan,
hanya cahayamu yang melawan kepunahan,
hanya cintamu yang mengusir bebayang
XVII
Aku tak mencintaimu seakan kau mawar-bergaram, atau
manikam
atau panah bunga-bunga anyelir yang diluncurkan nyala api
Aku mencintaimu bak benda-benda gelap tertentu yang
dicintai
dalam rahasia, di antara bebayang dan jiwa.
Aku mencintaimu bagaikan tanaman yang tak pernah berbunga
namun membawa sinar dari bunga-bunga tersembunyi dalam
dirinya;
terima kasih pada cintamu atas harumnya yang penuh
yang bangkit dari bumi, mukim dalam gelap di tubuhku
Aku mencintaimu tanpa tahu bagaimana, atau kapan, atau
dari mana
Aku mencintaimu dengan lugas, tanpa banyak soal atau rasa
bangga;
begitulah aku mencintaimu sebab aku tak tahu jalan lain
selain itu: di mana aku tak ada, kau juga tak ada
begitu dekat sehingga tanganmu yang di dadaku tak lain
tanganku,
begitu dekat sehingga ketika aku tidur seolah matamulah
yang terpejam.
XXIX
Engkau datang dari kemiskinan, dari rumah-rumah di
Selatan
dari lanskap-lanskap yang dingin dan berlindu
yang menawarkan pada kita – setelah dewa-dewa itu terjungkal
ke dalam kematian – hikmah hidup, yang terbentuk di
lempung
Kau adalah kuda kecil dari lempung hitam, sebuah ciuman
dari lumpur gelap, Kekasihku, sekuntum popy lempung,
merpati senja yang terbang sepanjang jejalan,
tabungan airmata dari masa kecil kita yang melarat
Gadis kecilku, jantung kemiskinan telah ada dalam dirimu
kakimu terbiasa mengasah batu-batu
mulutmu tak selalu punya roti, atau gula-gula
Kau datang dari Selatan yang miskin, di mana jiwaku
bermula
di ketinggian langit itu ibumu masih mencuci pakaian
dengan ibuku. Karena itulah aku memilihmu, mempelaiku.
XCI
Usia merangkumi kita bagai gerimis
waktu tak berkesudahan dan sedih
bulu garam menyentuh parasmu
tetesannya merusak bajuku
Waktu tak terbedakan di antara tanganku
dan sekerumun jeruk dalam dirimu
dengan salju dan hidup terbaik yang meluruh
dalam hidupmu, yang juga hidupku
Hidupku, yang kuberikan padamu, terisi
dengan tahun-tahun bak sekelompok buah yang mengembang
Anggur-anggur akan kembali ke bumi
Dan bahkan waktu turun di sana
terus-menerus, menunggu, menghujan
ke atas debu, berhasrat menghapuskan bahkan ketakhadiran
XLIV
Kau mesti tahu bahwa aku tak mencintaimu dan bahwa aku
mencintaimu
sebab segala sesuatu yang hidup mempunyai dua sisi
sepatah kata adalah satu sayap dari keheningan
api mempunyai separuh dingin
Aku mencintaimu untuk mulai mencintaimu
untuk memulai ketakterbatasan kembali
dan tak pernah berhenti mencintaimu:
sebab itulah mengapa aku tak mencintaimu
Aku mencintaimu dan tak mencintaimu, seolah kugenggam
kunci-kunci di tanganku; untuk masa depan kegembiraan –
nasib malang yang kacau balau —
Cintaku mempunyai dua kehidupan, untuk mencintaimu;
sebab itulah aku mencintaimu ketika aku tak mencintaimu
dan pula mengapa aku mencintaimu ketika aku mencintaimu
Pablo Neruda Lahir di
kota Parral, Chili, pada 12 Juli 1904. nama lengkapnya Ricardo Eliecer Naftali
Reyes Basoalto. Dalam tahun 1920, dia memakai nama pena Pablo Neruda,
terinspirasi dari seorang penyair Ceko, Jan Neruda. Pada 1927, karena putus
asa, Neruda menerima jabatan sebagai konsul kehormatan di Rangoon, Burma,
seraya kerja serabutan di Kolombo, Srilangka, Batavia dan Singapura. Di Jawa ia
menikahi isterinya yang pertama, seorang wanita Belanda pegawai bank, bernama
Maryka Antonieta Hagenaar Vogelzang. Menerima International Peace Prize (1950)
dan The Nobel Prize for Literature (1971). Buku-bukunya yang terbit:
Crepusculario (Senja, 1923), Veinte Poemas de amor y una cancion desesperada
(1924), sehimpun sajak cintanya yang paling terkenal dan paling banyak
diterjemahkan. Kemudian espana en el corazon (Spanyol di kalbuku) paska
perang saudara di Spanyol, sebuah situasi yang mengubahnya dari seorang
individualis menjadi aktivis dan membuatnya sangat terlibat dalam politik, Alturas
de Macchu Picchu (1945), sebuah puisi yang tebalnya satu buku, ditulis
dalam 12 bagian. Canto General de Chile (1950), menghimpun 250 sajak
Neruda yang dicipta saat masa-masa sulit, menjadi seorang eksil di negeri
sendiri. Kemudian Cien Sonetos de amor (1960), buku ini, terbit di
Boenos Aires. Neruda, meninggal di Klinik Santa Maria, Santiago, pada malam 23
September 1973 terpapar Leukimia. Konon, beberapa saat sebelum ia wafat,
tentara-tentara Pinochet (Jenderal yang memimpin Kudeta militer pada 11
september 1973), menggeledah rumah Neruda di Isla Negra. Ucapan Neruda kala
itu: “Carilah – hanya ada satu benda yang berbahaya untuk kalian di sini –
puisi”.
Sumber:
Judul : Ciuman Hujan,
Seratus Soneta Cinta
Penulis : Pablo Neruda
Cetakan : I, 2009
Penerbit : Penerbit
Madah, Yogyakarta kerjasama dengan Parikesit Institute dan Interlude
Tebal : vi + 128
halaman (100 judul puisi)
ISBN :
978-979-19797-0-2
Judul asal : Cien Soetos
de Amor, yang kemudian diterjemahkan dari bahasa Spanyol ke Bahasa Inggris oleh
Stephen Tapscott menjadi 100 Love Sonnets
Penerjemah ke
Bahasa Indonesia : Tia Setiadi
Editor : Agus
Manaji dan Sukandar